STRUMA
RIZKA NURDIANI
SINTAN
1110711011
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2012-2013
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan nikmat dan
rahmat yang telah diberikan-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah kami
yang berjudul STRUMA.
Maksud
dan tujuan makalah ini penulis buat adalah tidak lain untuk memenuhi tugas Blok
Sistem Endokrin.
Penulis
mengucapkan terima kasih kepada ibu Lima Florensia selaku tutor kami yang telah
membantu kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, maka penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca.
Semoga
makalah ini memberikan manfaat bagi kita semua.
Jakarta, Oktober 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Struma
merupakan penyakit yang diakibatkan oleh kekurangan yodium sebagai unsur utama
dalam pembentukan hormon T3 dan T4 sehingga untuk mengimbangi kekurangan
tersebut, kelenjar tiroid bekerja lebih aktif dan menimbulkan pembesaran yang
mudah terlihat di kelenjar tiroid.
Struma
dapat diklasifikasikan berdasarkan fisiologis yaitu termasuk di dalamnya
eutirodisme, hipotiroidisme, dan hipertiroidisme. Berdasarkan morfologi
dibedakan atas struma hyperplastica diffusa, struma colloides diffusa dan
struma nodular serta berdasarkan klinis dibedakan atas struma toksik dan struma
non toksik. Menurut hasil penelitian Tunbridge, et al di Inggris tahun
1977 IR (incidence rate) penyakit Graves yang merupakan struma difusa
toksik 100-200/100.000 penduduk, dan tahun 1995 IR penyakit Graves pada
perempuan 80/100.000 perempuan tiap tahunnya.
Berdasarkan data Depkes tahun
2005, dari 56.890 kasus penyakit metabolik dan lainnya yang dirawat inap di
rumah sakit seluruh Indonesia sebanyak 913 kasus (1,6%) tirotoksikosis dengan
CFR (case fatality rate) 7,3% dan 4.065 kasus (7,14%) struma lainnya
dengan CFR 3,6%.
Berdasarkan hasil Depkes RI
tahun 2003 program pencegahan dan penanggulangan Gangguan Akibat Kekurangan
Yodium (GAKY) di Indonesia PR struma difusa non toksik (gondok) pada anak
sekolah dasar di Indonesia sebesar 11,1%.14 15 Penelitian Azamris di Rumah
Sakit Perjan Dr. M Jamil Padang pada Mei- November 2004 pada 30 orang penderita
struma (25 wanita dan 5 pria) dilakukan pemeriksaan histopatologi ditemukan
keganasan struma pada 4 orang (0,13%).
B.
Tujuan:
-
Tujuan
Umum
Mahasiswa
mampu memahami dan menjelaskan mengenai Asuhan Keperawatan pada penyakit
Struma.
-
Tujuan
Khusus
a. Mahasiswa
mampu memahami dan menjelaskan mengenai Anatomi fisiologi penyakit Struma.
b. Mahasiswa
mampu memahami dan menjelaskan mengenai Definisi penyakit Struma.
c. Mahasiswa
mampu memahami dan menjelaskan mengenai Etiologi penyakit Struma.
d. Mahasiswa
mampu memahami dan menjelaskan mengenai Klasifikasi penyakit Struma.
e. Mahasiswa
mampu memahami dan menjelaskan mengenai Patofisiologi penyakit Struma.
f. Mahasiswa
mampu memahami dan menjelaskan mengenai Manifestasi Klinis penyakit Struma.
g. Mahasiswa
mampu memahami dan menjelaskan mengenai Pemeriksaan Penunjang penyakit Struma.
h. Mahasiswa
mampu memahami dan menjelaskan mengenai Penatalaksanaan medis penyakit Struma.
i.
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan
mengenai Komplikasi penyakit Struma.
j.
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan
mengenai Asuhan keperawatan penyakit Struma.
C.
Sistematika
Sistematika penulisan tersusun menjadi tiga bagian.
Masing-masing bagian akan menjelaskan gambaran singkat mengenai isi tulisan.
Dengan demikian diharapkan dapat mempermudah dalam penyajian dan pembahasan
serta pemahaman terhadap apa yang tersaji. Berikut ini merupakan
sistematikanya:
§ BAB
I yang merupakan Pendahuluan, akan membahas mengenai latar belakang, tujuan dan
sistematika penulisan.
§ BAB
II akan membahas mengenai Sistem
Endokrin, Anatomi fisiologi, Definisi, Etiologi, klasifikasi, Patofisiologi, Manifestasi
Klinis, Pemeriksaan Penunjang, Penatalaksanaan medis, Komplikasi serta Asuhan
keperawatan dari Struma.
§ BAB
III merupakan bagian penutup yang membahas kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR TIROID
1. Anatomi
Tiroid
berarti organ berbentuk perisai segi empat. Kelenjar tiroid merupakan organ
yangbentuknya seperti kupu-kupu dan terletak pada leher bagian bawah di sebelah
anterior trakea (Gambar 1). Kelenjar ini merupakan kelenjar endokrin yang paling
banyak vaskularisasinya, dibungkus oleh kapsula yang berasal dari lamina
pretracheal fascia profunda. Kapsula ini melekatkan tiroid ke laring dan
trakea. Kelenjar ini terdiri atas dua buah lobus lateral yang dihubungkan oleh
suatu jembatan jaringan isthmus tiroid yang tipis dibawah kartilago krikoidea
di leher, dan kadangkadang terdapat lobus piramidalis yang muncul dari isthmus
di depan laring.
Kelenjar
tiroid terletak di leher depan setentang vertebra cervicalis 5 sampai
thoracalis 1, terdiri dari lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus.
Setiap lobus berbentuk seperti buah pear, dengan apeks di atas sejauh linea
oblique lamina cartilage thyroidea, dengan basis di bawah cincin trakea 5 atau
6. Kelenjar tiroid mempunyai panjang ± 5
cm, lebar 3 cm, dan dalam keadaan normal kelenjar tiroid pada orang dewasa
beratnya antara 10 sampai 20 gram. Aliran darah kedalam tiroid per gram
jaringan kelenjar sangat tinggi (± 5 ml/menit/gram tiroid).
Tiroid
terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-folikel kecil yang
dipisahkan satu dengan lainnya oleh suatu jaringan ikat. Setiap folikel
dibatasi oleh epitel kubus dan diisi oleh bahan proteinaseosa berwarna merah
muda yang disebut koloid.
Sel-sel epitel folikel merupakan tempat
sintesis hormon tiroid dan mengaktifkan pelepasannya dalam sirkulasi. Zat
koloid, triglobulin, merupakan tempat hormon tiroid disintesis dan pada
akhirnya disimpan. Dua hormon tiroid utama yang dihasilkan oleh folikel-folikel
adalah tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Sel pensekresi hormon lain dalam
kelenjar tiroid yaitu sel parafolikular yang terdapat pada dasar folikel dan
berhubungan dengan membran folikel, sel ini mensekresi hormon kalsitonin, suatu
hormon yang dapat merendahkan kadar kalsium serum dan dengan demikian ikut
berperan dalam pengaturan homeostasis kalsium.
Tiroksin (T4) mengandung empat atom yodium dan triiodotironin (T3)
mengandung tiga atom yodium. T4 disekresi dalam jumlah lebih banyak dibandingkan
dengan T3, tetapi apabila dibandingkan milligram per milligram, T3 merupakan
hormon yang lebih aktif daripada T4.
2.
Fungsi
Fungsi
utama hormon tiroid T3 dan T4 adalah mengendalikan aktivitas metabolik seluler.
Kedua hormon ini bekerja sebagai alat pacu umum dengan mempercepat proses
metabolisme. Efeknya pada kecepatan metabolisme sering ditimbulkan oleh
peningkatan kadar enzim-enzim spesifik yang turut berperan dalam konsumsi
oksigen, dan oleh perubahan sifat res ponsif jaringan terhadap hormon yang
lain. Hormon tiroid mempengaruhi replikasi sel dan sangat penting bagi
perkembangan otak. Adanya hormon tiroid dalam jumlah yang adekuat juga
diperlukan untuk pertumbuhan normal. Melalui efeknya yang luas terhadap
metabolisme seluler, hormon tiroid mempengaruhi setiap sistem organ yang
penting.Kelenjar tiroid berfungsi untuk mempertahankan tingkat metabolisme di
berbagai jaringan agar optimal sehingga mereka berfungsi normal. Hormon tiroid
merangsang konsumsi O2 pada sebagian besar sel di tubuh, membantu mengatur
metabolisme lemak dan karbohidrat, dan penting untuk pertumbuhan dan pematangan
normal.Hormon-hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan
dan metabolisme energi. Efek-efek ini bersifat genomic, melalui pengaturan
ekspresi gen, dan yang tidak bersifat genomic, melalui efek langsung pada
sitosol sel, membran sel, dan mitokondria. Hormon tiroid juga merangsang
pertumbuhan somatis dan berperan dalam perkembangan normal sistem saraf
pusat.Hormon ini tidak esensial bagi kehidupan, tetapi ketiadaannya menyebabkan
perlambatan perkembangan mental dan fisik, berkurangnya daya tahan tubuh
terhadap dingin, serta pada anak-anak timbul retardasi mental dan kecebolan
(dwarfisme). Sebaliknya, sekresi tiroid yang berlebihan menyebabkan badan menjadi
kurus, gelisah, takikardia, tremor, dan kelebihan pembentukan panas.
a.
Sistem Hormon
Dua
jenis hormon berbeda yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid membentuk hormon
tiroid yaitu tiroksin dan triiodotironin. Kedua hormon ini merupakan asam amino
dengan sifat unik yang mengandung molekul iodium yang terikat pada struktur
asam amino.
b.
Tiroksin (T4)
Hormon
tiroksin (T4) mengandung empat atom iodium dalam setiap molekulnya. Hormon ini
disintesis dan disimpan dalam keadaan terikat dengan protein di dalam sel-sel
kelenjar tiriod; pelepasannya ke dalam aliran darah terjadi ketika diperlukan.
Kurang lebih 75% hormon tiroid terikat dengan globulin pengikatprotein (TBG;
thyroid-binding globulin). Hormon tiroid yang lain berada dalam keadaan terikat
dengan albumin dan prealbumin pengikat tiroid.
Bentuk
T4 yang terdapat secara alami dan turunannya dengan atom karbon asimetrik
adalah isomer L. D-Tiroksin hanya memiliki sedikit aktivitas bentuk L.Hormon
tiroid yang bersirkulasi dalam plasma terikat pada protein plasma, diantaranya
:
(1)
globulin pengikat tiroksin (TBG).
(2)
prealbumin pengikat tiroksin (TBPA).
(3)
albumin pengikat tiroksin (TBA).
Dari
ketiga protein pengikat tiroksin, TBG mengikat tiroksin yang paling spesifik.
Selain itu, tiroksin mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap protein
pengikat ini di bandingkan dengan triiodotironin.
Secara
normal 99,98% T4 dalam plasma terikat atau sekitar 8 µg/dL (103 nmol/L); kadar
T4 bebas hanya sekitar 2ng/dL (Gambar 2). Hanya terdapat sedikit T4 dalam urin.
Waktu paruh biologiknya panjang (6-7 hari), dan volume distribusinya lebih
kecil jka dibandingkan dengan cairan ekstra seluler (CES) sebesar 10L, atau
sekitar 15% berat tubuh.
c.
Triiodotironin (T3)
Hormon
yang merupakan asam amino dengan sifat unik yang mengandung molekul iodium yang
terikat pada asam amino ini hanya mengandung tiga atom iodium saja dalam setiap
molekulnya.Hormon tiroksin juga di bentuk di jaringan perifer melalui
deiodinasi T4. Hormon triiodotironin (T3) lebih aktif daripada hormon tiroksin
(T4). T4 dan T3 disintesis di dalam koloid melalui iodinasi dan kondensasi
molekul-molekul tirosin yang terikat pada linkage peptida dalam triglobulin.
Kedua
hormon ini tetap terikat pada triglobulin sampai disekresikan. Sewaktu
disekresi, koloid diambil oleh sel-sel tiroid, ikatan peptida mengalami
hidrolisis, dan T3 serta T4 bebas
dilepaskan ke dalam kapiler.
Triiodotironin
mempunyai afinitas yang lebih kecil terhadap protein pengikat TBG dibandingkan dengan tiroksin, menyebabkan
triiodotironin lebih mudah berpindah ke
jaringan sasaran. Faktor ini yang merupakan alasan mengapa aktivitas metabolik triiodotironin lebih besar.
T3
mugkin dibentuk melalui kondensasi monoidotirosin (MIT) dengan diidotirosin
(DIT). Dalam tiroid manusia normal, distribusi rata-rata senyawa beriodium
untuk T3 adalah 7%. Kelenjar tiroid manusia mensekresi sekitar 4 µg (7 nmol)
T3. Kadar T3 plasma adalah sekitar 0,15 µg/dL (2,3 nmol/L), dari 0,15 µg/dL
yang secara normal terdapat dalam plasma, 0,2% (0,3 ng/dL) berada dalam keadaan
bebas. Sisa 99,8% terikat pada protein, 46% pada TBG dan sebagian besar sisanya
pada albumin, dengan pengikatan transtiretin sangat sedikit.
3. Pengaturan Fungsi Tiroid
Sekresi
tirotropin atau TSH (thyroid stimulating
hormone) , oleh kelenjar hipofisis akan menegendalikan kecepatan pelepasan
hormone tiroid. Selanjutnya, pelepasan TSH ditentukan oleh kadar hormon tiroid
dalam darah. Jika konsentrasi hormon tiroid didalam darah menurun, pelepasan
TSH meningkat sehingga terjadi
peningkatan keluaran T3 dan T4.
Keadaan
ini merupakan satu contoh pengendalian umpan balik (feedback kontrol). Hormon
pelepas tirotropin (TRH, Thyrotropin Releasing Hormone) yang disekresikan oleh hipotalamus memberikan
pengaruh yang mengatur (modulasi) pelepasan TSH dari hipofisis. Faktor faktor
lingkungan seperti penurunan suhu tubuh dapat meningkatkan sekresi TRH dengan
demikian menaikkan sekresi hormon tiroid.
Fungsi
utama hormon tiroid T3 dan T4 adalah mengendalikan aktivitas metebolik seluler.
Kedua hormon ini bekerja sebagai alat pacu umum dengan mempercepat proses
metabolisme. Hormon tiroid mempengaruhi replikasi sel dan sangat penting bagi
perkembangan otak. Adanya horomtiroid dalam jumlah yang adekuat diperlukan
untuk pertumbuhan normal. Melalui efeknya yang luas terhadap metabolisme
seluler, hormon tiroid mempengaruhi setiap sistem organ yang penting.
4. Vaskularisasi
Kalsitonin atau tirokalsitonin merupakan hormon penting
lainya yang disekresikan oleh kelenjar tiroid. Sekresi kalsitonin tidak
dikendalikan oleh TSH.
Hormon
ini disekresikan oleh kelenjar tiroid sebagai
respons terhadap kadar kalsium plasma yang tinggi dan kalsitonin akan
menurunkan kadar kalsium plasma dengan meningkatkan jumlah penumpukan kalsium dalam tulang
Kelenjar tiroid mempunyai suplai darah yang
kaya arteri, yaitu :
a.
Sistem Arteri
·
A. Thyroidea superior,
adalah cabang A. Carotis externa yang masuk ke jaringan superficial kelenjar,
mendarahi jaringan connective dan capsule.
·
A. Thyroidea inferior adalah
cabang trunchus thyreocervicalis dan masuk ke lapisan dalam kelenjar, mendarahi
jaringan parenkim dan propia kelenjar.
·
A. Thyroidea ima,
Arteri ini kadang-kadang dijumpai merupakan cabang arcus aorta atau A.
Brachiocephalica dan mendarahi istmus.
·
A. Thyroidea acessorius,
adalah cabang-cabang A. Oesophageal dan Tracheal yang masuk ke facies
posteromedial.
b.
Sistem Vena
·
V. Thyroidea superior;
muncul dari polus superior dan berakhir pada vena jugularis interna
(kadang-kadang V. Facialis)
·
V. Thyroidea inf.;
muncul dari margo bawah istmus dan berakhir pada V. Brachiocephalica sin.
·
V. Thyroidea media;
muncul dari pertengahan lobus lateralis dan berakhir di V. Jugularis i
5.Histologi
Kelenjar tiroid memiliki kapsula tipis, terdiri dari jaringan ikat
padat irregular,terutama serabut
reticular, masuk kedalam parenkim kelenjar membentuk septa, sehingga membagi kelenjar kedalam lobulus-
lobulus.
Pada septa jaringan ikat kaya pembuluh darah, pembuluh limfe, dan serabut syaraf. Tidak
seperti kelenjar endokrin lain yang terdiri dari kelompokan sel,
kelenjartiroid terdiri dari folikel-folikel yang mengandung koloid. Koloid
adalah suatu glikoprotein atau bulatan berepitel
selapis dengan lumen berisikan suatusubstansi
gelatinosa.Dalam setiap lobulus terdapat ribuan folikel.
Gambar. Kelenjar Tiroid
a.
Sel folikel
Disebut juga sel prinsipal
Merupakan sel utama yang membentukfolikel
tiroid.
·
Bentuk sel
kuboid rendah sampai silindris.
·
Inti bulat
sampai oval dengan 2 anak inti
·
Sitoplasma basofilik, banyak vesikel-vesikel kecil, terdapat granulasekretoris kecil.
·
Fungsi sel
folikel menghasilkan hormin tiroksin (T4) dan triiodotironin(T3). Hormon
ini di stimulus oleh hormonTSH.
b.
Sel parafolikular
Disebut juga clear cell atau
cell C. Letak diantara sel folikel, antarafolikel tiroid,
atau antara sel folikel dengan membrana basalis folikel Bisa
ditemukan sendirian atau dalam kelompok di antara sel folikel. Selpara
folikular tidak mencapai lumen.
Lebih besar dari sel folikel Inti besar,
bulat Sitoplasma dengan granula terwarna pucat, terdapat granulasekretoris
kecil. Berfungsi menghasilkan dan sekresi
hormonkalsitonin (tirokalsitonin). Hormon ini dilepaskan secara langsung
ke dalam jaringan ikat, segeramasuk pembuluh darah. Fungsi hormon kalsitonin
adalah menurunkankonsentrasi kalsium dalam plasma dengan cara menenkan
resorpsi tulangoleh osteoklas
6. Ambilan dan Metabolisme Iodium
Iodium merupakan unsur esensial bagi
tiroid untuk sintesis hormon tiroid. Pada kenyataanya, iodium dalam tubuh
paling banyak digunakan oleh kelenjar
tiroid, dan gangguan utama akibat defisiensi iodium adalah perubahan
fungsi tiroid. Iodida dikonsumsi dari makan dan diserap ke darah didalam
trkatus gastrointestinal. Kelenjar tirod bekerja sangat efisien dalam mengambil
iodium dari darah dan kemudian memekatkanya
dalam sel sel kelenjar tersebut.
Disana ion ion iodida akan diubah menjadi molekul iodium yang akan
bereaksi dengan tirosin (suatu asam amino) untuk membentuk hormon tiroid.
B.
TEORI BERDASARKAN KASUS (STRUMA)
1.
Definisi
Struma adalah suatu pembengkakan
pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid
dapat disebabkan oleh kurangnya diet iodium yang dibutuhkan untuk produksi hormon
tiroid.
Kelainan
glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tiritosikosis atau
perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tyroid noduler.
Berdasarkan patologinya, pembesaran tyroid umumnya disebut struma (De Jong
& Syamsuhidayat, 1998).
Struma adalah perbesaran kelenjar tiroid yang menyebabkan
pembengkak-an di bagian depan leher (Dorland, 2002).
2. ETIOLOGI
Adanya gangguan fungsional dalam
pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara
lain :
·
Defisiensi
iodium
Pada
umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air
minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
·
Kelainan
metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
·
Penghambatan
sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak, kacang
kedelai).
·
Penghambatan
sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide, sulfonylurea dan
litium).
3. KLASIFIKASI
1)
Berdasarkan fisiologisnya :
a. Eutiroid : aktivitas kelenjar tiroid
normal
b. Hipotiroid : aktivitas kelenjar
tiroid yang kurang dari normal
c. Hipertiroid : aktivitas kelenjar
tiroid yang berlebihan
2)
Berdasarkan klinisnya :
a.
Non-Toksik
(eutiroid dan hipotiroid)
· Difusa :
endemik goiter, gravida
· Nodusa : neoplasma
b.
Toksik
(hipertiroid)
·
Difusa
: grave, tirotoksikosis primer
·
Nodusa
: tirotoksikosis skunder
3)
Berdasarkan morfologinya :
a.
Struma Hyperplastica Diffusa
Suatu stadium hiperplasi akibat kekurangan iodine (baik
absolut ataupun relatif).Defisiensi iodine dengan kebutuhan excessive biasanya
terjadi selama pubertas, pertumbuhan, laktasi dan kehamilan. Karena kurang
iodine kelenjar menjadi hiperplasi untuk menghasilkan tiroksin dalam jumlah
yang cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan supply iodine yang terbatas.
Sehingga terdapat vesikel pucat dengan sel epitel kolumner tinggi dan koloid
pucat. Vaskularisasi kelenjar juga akan bertambah. Jika iodine menjadi adekuat
kembali (diberikan iodine atau kebutuhannya menurun) akan terjadi perubahan di
dalam struma koloides atau kelenjar akan menjadi fase istirahat.
b.
Struma Colloides Diffusa
Ini disebabkan karena involusi vesikel tiroid. Bila
kebutuhan excessive akan tiroksin oleh karena kebutuhan yang fisiologis (misal,
pubertas, laktasi, kehamilan, stress, dsb.) atau defisiensi iodine telah
terbantu melalui hiperplasi, kelenjar akan kembali normal dengan mengalami
involusi. Sebagai hasil vesikel distensi dengan koloid dan ukuran kelenjar
membesar.
c.
Struma Nodular
Biasanya terjadi pada usia 30 tahun atau lebih yang
merupakan sequelae dari struma colloides. Struma noduler dimungkinkan sebagai
akibat kebutuhan excessive yang lama dari tiroksin. Ada gangguan berulang dari
hiperplasi tiroid dan involusi pada masing-masing periode kehamilan, laktasi,
dan emosional (fase kebutuhan). Sehingga terdapat daerah hiperinvolusi, daerah
hiperplasi dan daerah kelenjar normal. Ada daerah nodul hiperplasi dan juga
pembentukan nodul dari jaringan tiroid yang hiperinvolusi.
Tiap folikel normal melalui suatu siklus sekresi dan
istirahat untuk memberikan kebutuhan akan tiroksin tubuh. Saat satu golongan
sekresi, golongan lain istirahat untuk aktif kemudian. Pada struma nodular,
kebanyakan folikel berhenti ambil bagian dalam sekresi sehingga hanya sebagian
kecil yang mengalami hiperplasi, yang lainnya mengalami hiperinvolusi (involusi
yang berlebihan/mengecil)
4.
PATOFISIOLOGI
Berbagai
faktor diidentifikasi sebagai penyebab terjadinya hipertrofi kelenjar tiroid
termasuk didalamnya defisiensi iodium, goitrogenik glikosida agent ( zat atau
bahan ini dapat memakan sekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu, jagung lobak,
kangkung, kubis bila dikonsumsi secara berlebihan, obat-obatan anti tiroid,
anomali, peradangan atau tumor atau neoplasma.
Sedangkan
secara fisiologis menurut Benhard (1991) kelenjar tiroid dapat membesar sebagai
akibat peningkatan aktivitas kelenjar tiroid sebagai upaya mengimbangi
kebutuhan tubuh yang meningkat pada masa pertumbuhan dan masa kehamilan. Bahkan
dikatakan pada kondisi stress sekalipun kebutuhan tubuh akan hormon ini
cenderung meningkat. Laju metabolisme tubuh pada kondisi-kondisi diatas
meningkat.
Berdasarkan
kejadian atau penyebarannya ada yang disebut Struma Endemis dan Sporadis.
secara sporadis dimana kasus-kasus struma ini dijumpai menyebar diberbagai
tempat atau daerah. Bila dihubungkan dengan penyebab, maka struma sporadis
banyak disebabkan oleh faktor goitrogenik, anomali dan penggunaan obat-obatan
anti tiroid, peradangan dan neoplasma. Secara endemis dimana kasus-kasus ini
struma ini dijumpai pada sekelompok orang di suatu daerah tertentu, dihubungkan
dengan penyebab defisiensi iodium.
Bahan dasar
pembentukan hormon-hormon kelenjar tiroid adalah iodium yang diperoleh dari
makanan dan minuman yang mengandung iodium. Ion iodium (iodida) darah masuk
kedalam kelenjar tiroid secara transport aktif dengan ATP sebagain sumber
energi. selanjutnya sel-sel folikel kelenjar tiroid akan mensintesis
Tiroglobulin (sejenis glikoprotein) dan selanjutnya mengalami iodinisasi
sehingga akan terbentuk iodotironin (DIT) dan mono iodotironin (MIT). Proses
ini memerlukan enzim peroksida sebagai katalisator. Proses akhir adalah berupa
reaksi penggabungan. Penggabungan dua molekul DIT akan membentuk tetra
iodotironin tiroxin (T4) dan molekul DIT bergabung dengan MIT menjadi tri
iodotironin (T3) untuk selanjutnya masuk kedalam plasma dan berikatan dengan
protein binding iodine. Reaksi penggabungan ini dirangsang oleh hormon TSH dan
dihambat oleh tiourasil, Tiourea, sulfonamid dan metilkaptoimidazol.
Melihat
proses singkat terbentuknya hormon tiroid maka pemasukan iodium yang berkurang,
gangguan berbagai enzim dalam tubuh, hiposekresi TSH, bahan atau zat yang
mengandung tiourea, tiourasil, sulfonamid, dan metilkaptoimidazol, glukosil
goitrogenik, gangguan pada kelenjar tiroid sendiri serta faktor pengikat dalam
plasma sangat menentukan adekuat tidaknya sekresi hormon tiroid. bila kadar
hormon-hormon tiroid kurang makan akan terjadi mekanisme umpan balik terhadap
kelenjar tiroid sehingga aktivitas kelenjar meningkat dan terjadi pembesaran
(hipertropi). Dengan kompensasi ini kadar hormon seimbang kembali.
Dampak
struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat
mempengaruhi kedudukan organ-organ disekitarya. Dibagian posterior medial
kelenjar tiroid terdapat trakea dan esofagus. Struma dapat mengarah kedalam
sehingga mendorong trakea, esofagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan
bernapas dan disfagia yang akan berdampak thdp gangguan pemenuhan oksigen,
nutrisi serta cairan dan elektrolit. penekanan pada pitasuara akan menyebabkan
suara menjadi serak atau parau.
Bila
pembesaran keluar, maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris
atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. tentu dampaknya
lebih ke arah estetika atau kecantikan. perubahan bentuk leher dapat
mempengaruhi rasa aman dan konsep diri klien.
5. MANIFESTASI
KLINIS
Struma
nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal (Mansjoer, 2001) :
·
Berdasarkan jumlah nodul: bila jumlah nodul hanya satu
disebut struma nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut
multinodosa.
·
Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radoiaktif :
nodul dingin, nodul hangat, dan nodul panas.
·
Berdasarkan konsistensinya : nodul lunak, kistik,
keras, atau sangat keras.
Pada umumnya pasien struma nodosa datang berobat
karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Sebagian kecil pasien,
khususnya yang dengan struma nodosa besar, mengeluh adanya gejala mekanis,
yaitu penekanan pada esophagus (disfagia) atau trakea (sesak napas) (Noer,
1996). Gejala penekanan ini data juga oleh tiroiditis kronis karena
konsistensinya yang keras (Tim penyusun, 1994). Biasanya tidak disertai rasa
nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul (Noer, 1996).
Keganasan tiroid yang infiltrasi nervus rekurens
menyebabkan terjadinya suara parau (Tim penyusun, 1994). Kadang-kadang
penderita datang dengan karena adanya benjolan pada leher sebelah lateral atas
yang ternyata adalah metastase karsinoma tiroid pada kelenjar getah bening,
sedangkan tumor primernya sendiri ukurannya masih kecil. Atau penderita datang
karena benjolan di kepala yang ternyata suatu metastase karsinoma tiroid pada
kranium (Tim penyusun, 1994).
6.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Pemeriksaan
Laboratorium
Pemeriksaan kadar TSH, T3 serum, T4
serum, Tiroksin bebas.
Nilai normal :
T4 serum : 4.9 – 12.0 µg/dL
Tiroksin bebas: 0.5 –
2.8 µg/dL
T3 serum : 115 - 190 µg/dL
TSH serum: 0.5 – 4
µg/dL
1.
Pemeriksaan
sidik tiroid
Hasil
pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang
utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Nal
peroral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium
radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3
bentuk:
· Nodul dingin
bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya. Hal ini
menunjukkan sekitarnya.
· Nodul panas
bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini
memperlihatkan aktivitas yang berlebih
· Nodul hangat
bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama
dengan bagian tiroid yang lain.
2.
Pemeriksaan
Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan
ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa bentuk kelainan, tetapi
belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau jinak. Kelainan-kelainan yang
dapat didiagnosis dengan USG :
·
Kista
·
Adenoma
·
Kemungkinan karsinoma
·
Tiroiditis
3.
Biopsi
aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)
Mempergunakan
jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisap cairan secukupnya,
sehingga dapat mengecilkan nodul (Noer, 1996).
Dilakukan
khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum
halus tidak nyeri, hampir tidak menyababkan bahaya penyebaran sel-sel ganas.
Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi
biopsi kurang tepat, teknik biopsi kurang benar, pembuatan preparat yang kurang
baik atau positif palsu karena salah interpretasi oleh ahli sitologi.
4. Termografi
Metode
pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat dengan memakaiDynamic
Telethermography. Pemeriksaan ini dilakukan khusus pada keadaan yang
mencurigakan suatu keganasan. Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas
dengan sekitarnya > 0,9o C dan
dingin apabila <0,9o C. Pada
penelitian Alves didapatkan bahwa pada yang ganas semua hasilnya panas.
Pemeriksaan ini paling sensitif dan spesifik bila dibanding dengan pemeriksaan
lain.
5.
Petanda
Tumor
Pada pemeriksaan
ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg) serum. Kadar Tg serum
normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak rataa-rata 323 ng/ml, dan pada
keganasan rata-rata 424 ng/ml.
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
a) Konservatif/medikamentosa
a. Indikasi :
· Usia tua
· Pasien sangat awal
· Rekurensi pasca bedah
· Pada persiapan operasi
· Struma residif
· Pada kehamilan, misalnya pada
trimester ke-3
b. Struma non toksik :
iodium, ekstrak tiroid 20-30 mg/dl
c. Struma toksik :
· Bed rest
· PTU 100-200 mg
(propilthiouracil)
Merupakan obat anti-tiroid, dimana bekerjanya dengan
prevensi pada sintesis dan akhir dari tiroksin. Obat ini bekerja mencegah
produksi tiroksin (T4). Diberikan dosis 3x 100 mg/hari tiap 8 jam sampai
tercapai eutiroid. Bila menjadi eutiroid dilanjutkan dengan dosis
maintenance 2 x 5 mg/hari selama 12-18 bulan.
·
Lugol
5 – 10 tetes
Obat ini membantu mengubah menjadi
tiroksin dan mengurangi vaskularisasi serta kerapuhan kelenjar tiroid.
Digunakan 10-21 hari sebelum operasi. Namun sekarang tidak digunakan lagi, oleh
karena propanolol lebih baik dalam mengurangi vaskularisasi dan kerapuhan
kelenjar. Dosis 3 x 5-10 mg/hari selama 14 hari.
·
Iodium
(I131)
b) Radioterapi
Menggunakan I131, biasanya diberikan
pada pasien yang telah diterapi dengan obat anti-tiroid dan telah menjadi
eutiroid. Indikasi radioterapi adalah pasien pada awal penyakit atau pasien
dengan resiko tinggi untuk operasi dan untuk pasien dengan hipotiroid rekuren.
Radioterapi merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil dan anak-anak.
c) Operatif
a. Isthmulobectomy , mengangkat isthmus
b. Lobectomy, mengangkat satu
lobus, bila subtotal sisa 3 gram
c. Tiroidectomi total, semua
kelenjar tiroid diangkat
d. Tiroidectomy subtotal bilateral,
mengangkat sebagian lobus kanan dan sebagian kiri.
e. Near total tiroidectomi,
isthmulobectomy dextra dan lobectomy subtotal sinistra dan sebaliknya.
f. RND (Radical Neck Dissection),
mengangkat seluruh jaringan limfoid pada leher sisi yang bersangkutan dengan
menyertakan n. accessories, v. jugularis eksterna dan interna, m. sternocleidomastoideus
dan m. omohyoideus serta kelenjar ludah submandibularis.
8.
KOMPLIKASI
1. Gangguan
menelan atau bernafas
2. Gangguan
jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantung kongestif ( jantung
tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh)
3. Osteoporosis,
terjadi peningkatan proses penyerapan tulang sehingga tulang menjadi rapuh,
keropos dan mudah patah.
C.
ASUHAN
KEPERWATAN DENGAN KLIEN STRUMA
Nama klien : Ny helena
Umur : 32 tahun
Alamat : -
TTL : -
No RM : -
Pengkajian
a.
Aktivitas/istirahat
Tanda : insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi,
kelelahan berat.
gejala
: atrofi otot.
b.
Eliminasi
Gejala : urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam
faeces, diare.
c.
Integritas ego
Gejala : mengalami stres yang berat baik emosional
maupun fisik.
Tanda : emosi labil, depresi.
d.
Makanan/cairan
Gejala : kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu
makan meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah.
Tanda : pembesaran tyroid, goiter.
e.
Rasa nyeri/kenyamanan
Gejala
: nyeri orbital, fotofobia.
f.
Pernafasan
Data
subyektif : frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru (pada
krisis tirotoksikosis).
g.
Keamanan
Gejala : tidak toleransi terhadap panas, keringat
yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan).
Tanda : suhu meningkat di atas 37,40C,
diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan
lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus,
lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah.
h.
Seksualitas
Tanda : libido menurun, perdarahan sedikit atau
tidak sama sekali, impotensi.
DATA
FOKUS
Data subjektif
|
Data objektif
|
Ø Klien
mengatakan nyeri pada tenggorokan seperti tercekik
Ø Klien
mengatakan kesulitan bernafas
Ø Klien
mengatakan kesulitan menelan
Ø Klien
mengatakan suara serak
Ø Klien
mengatakan tinggal di daerah pegunungan
Ø Klien
mengatakan sehari hari mengkonsumi sayuran seperti : kubis, lobak cina,
brussels , kecambah
Ø Klien
mengatakan ketika memasak jarang menggunakan garam yang beryodium
|
Ø Pada
pemeriksaan fisik inspeksi di pada
leher bawah kanan di temukan adanya pembengkakan pada massa lebih dari 1 .
Ø Ttv
: TD :130/80 mmhg
HR : 96x/ menit
RR : 28x/ menit
S
: 37,40 C
Ø Pada
pemeriksaan t3 dan t4 serum hasil : menurun
|
ANALISA
DATA
No.
|
Data focus
|
Problem
|
Etiologi
|
1
2
3
4
|
Ø Klien
mengatakan kesulitan bernafas
Ø Klien
mengatakan suara serak
Ø Pada
pemeriksaan fisik inspeksi di pada
leher bawah kanan di temukan adanya pembengkakan pada massa lebih dari 1 .
Ø Klien
mengatakan nyeri pada tenggorokan seperti tercekik
Ø Pada pemeriksaan fisik inspeksi di pada leher bawah kanan di temukan adanya
pembengkakan pada massa lebih dari 1 .
Ø Ttv
: TD :130/80 mmhg
HR : 96x/ menit
RR : 28x/ menit
S
: 37,40 C
Ø Klien
mengatakan nyeri pada tenggorokan seperti tercekik
Ø Klien
mengatakan suara serak
Ø Klien
mengatakan sehari hari mengkonsumi sayuran seperti : kubis, lobak cina,
brussels , kecambah
Ø Klien
mengatakan kesulitan menelan
|
Pola
nafas tidak efektif
Nyeri
akut
Gangguan komunikasi
verbal,
Resiko
gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
|
Obstruksi
jala nafas
agen
injuri biologis
cedera pita
suara/kerusakan saraf laring, edema jaringan
Intake tidak adekuat,
sakit menelan
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
DAN PRIORITAS
No.
|
Diagnosa
keperawatan
|
Tanggal
ditemukan
|
Tanggal
teratasi
|
1
2
3
4
|
Pola nafas tidak efektif b.d
obstruksi jalan nafas
Nyeri
akut b.d agen injuri biologis
Gangguan komunikasi
verbal b.d
cedera pita
suara/kerusakan saraf laring, edema jaringan
Resiko
gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d Intake
tidak adekuat, sakit menelan
|
Intervensi dan kriteria hasil
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
dan Kriteria Hasil
|
Perencanaan
|
Intervensi
|
|||
1
2
3
4
|
Pola
nafas tidak efektif bd obstruksi jalan
nafas
Nyeri
akut b.d agen injuri biologis
Gangguan komunikasi
verbal b.d
cedera pita
suara/kerusakan saraf laring, edema jaringan
Resiko gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan b.d Intake tidak adekuat, sakit menelan
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
di harapkan :
Ø Klien
tidak mengeluhkan sulit bernafas
Ø Klien
menunjukan pola nafas efektif
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan :
Ø Melaporkan
nyeri hilang atau terkontrol
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan :
Ø Klien
Mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat dipahami.
Ø Suara
klien tidak serak
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam:
Ø Nafsu
makan klien bertambah
|
MANDIRI
1.
Berikan pasien posisi semi fowler
( untuk memudahkan pasien dalam bernafas )
2.
Kaji frekuensi dan kedalaman
pernafasan ( untuk mengetahui kedalaman pernafasan klien )a
3.
Bantu pasien latihan pernafasan (
untuk membantu pasien mudah bernafas )
KOLABORASI
1. Berikan
oksigen sesuai program ( memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas )
MANDIRI
1.
Letakkan pasien dalam posisi semi
fowler dan sokong kepala/leher dengan bantal (Mencegah hiperekstensi leher
dan memberi kenyamanan klien)
2.
Berikan minuman yang
sejuk/makanan yang lunak ditoleransi jika pasien mengalami kesulitan menelan
(Menurunkan nyeri tenggorok tetapi makanan lunak ditoleransi jika pasien
mengalami kesulitan menelan)
3.
Kaji tanda-tanda adanya nyeri
baik verbal maupun non verbal, catat lokasi, intensitas (skala 0 – 10) dan
lamanya (Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi,
menentukan efektivitas terapi.)
KOLABORASI
1. Beri
obat analgetik dan/atau analgetik spres tenggorok sesuai kebutuhannya.
MANDIRI
1.
Kaji fungsi bicara secara
periodik. (Suara serak dan sakit tenggorok akibat edema jaringan atau
kerusakan karena pembedahan pada saraf laringeal yang berakhir dalam beberapa
hari kerusakan saraf menetap dapat terjadi kelumpuhan pita suara atau
penekanan pada trakea)
2.
Memberikan metode komunikasi
alternatif yang sesuai, seperti papan tulis, kertas tulis/papan gambar
(Memfasilitasi eksprsi yang dibutuhkan)
3.
Beritahu pasien untuk terus
menerus membatasi bicara dan jawablah bel panggilan dengan segera (Mencegah
pasien bicara yang dipaksakan untuk menciptakan kebutuhan yang
diketahui/memerlukan bantuan)
MANDIRI
1.
Beri makanan yg mudah di telan
seperti bubur ( agar klien mudah menelan makanan dan dapat memenuhi kebutuhan
nutrisi )
2.
Beri makanan yg tidak terlalu
panas dan tidak terlalu dingin ( agar klien nyaman memakan makanan tersebut
)\
3.
Ber makanan porsi kecil namun
sering ( untuk memudahkan klien memakan makanan tersebut )
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemasangan selang NGT bila diperlukan
|
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Struma
adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid.
Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet iodium yang
dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. Adanya gangguan fungsional dalam
pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tiroid.
B. SARAN
Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih
terdapat kekurangan untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang membangun
demi sempurnanya makalah ini
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, volume 2,
Jakarta: EGC Hartini. 1987. Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, Jakarta: FKUI
Syaifudin. 2002.
Widya Medika Guyton, C. Arthur, (1991), Fisiologi Manusia dan Mekanisme
Penyakit, Missisipi; Departemen of Physiology and Biophysis, Jakarta: EGC
Junadi, Purnawan, (2000), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke III, Jakarta:
FKUI Long, Barbara C, (1996), Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta: EGC
Price, Sylvia A, (1998). Patofisiologi, jilid 2, Jakarta: EGC Tucker
Susan Martin(1998), Standar Perawatan Pasien, Jakarta: EGC
Terimakasih sangat membantu:)
BalasHapus