Jumat, 18 Oktober 2013

STRUMA


STRUMA








RIZKA NURDIANI SINTAN
1110711011





PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2012-2013





KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan nikmat dan rahmat yang telah diberikan-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah kami yang berjudul STRUMA.
            Maksud dan tujuan makalah ini penulis buat adalah tidak lain untuk memenuhi tugas Blok Sistem Endokrin.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Lima Florensia selaku tutor kami yang telah membantu kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini, maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.
Semoga makalah ini memberikan manfaat bagi kita semua.



                                                                                                Jakarta,   Oktober 2013

                                                                                                               Penulis








BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Struma merupakan penyakit yang diakibatkan oleh kekurangan yodium sebagai unsur utama dalam pembentukan hormon T3 dan T4 sehingga untuk mengimbangi kekurangan tersebut, kelenjar tiroid bekerja lebih aktif dan menimbulkan pembesaran yang mudah terlihat di kelenjar tiroid.
Struma dapat diklasifikasikan berdasarkan fisiologis yaitu termasuk di dalamnya eutirodisme, hipotiroidisme, dan hipertiroidisme. Berdasarkan morfologi dibedakan atas struma hyperplastica diffusa, struma colloides diffusa dan struma nodular serta berdasarkan klinis dibedakan atas struma toksik dan struma non toksik. Menurut hasil penelitian Tunbridge, et al di Inggris tahun 1977 IR (incidence rate) penyakit Graves yang merupakan struma difusa toksik 100-200/100.000 penduduk, dan tahun 1995 IR penyakit Graves pada perempuan 80/100.000 perempuan tiap tahunnya.
Berdasarkan data Depkes tahun 2005, dari 56.890 kasus penyakit metabolik dan lainnya yang dirawat inap di rumah sakit seluruh Indonesia sebanyak 913 kasus (1,6%) tirotoksikosis dengan CFR (case fatality rate) 7,3% dan 4.065 kasus (7,14%) struma lainnya dengan CFR 3,6%.
Berdasarkan hasil Depkes RI tahun 2003 program pencegahan dan penanggulangan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di Indonesia PR struma difusa non toksik (gondok) pada anak sekolah dasar di Indonesia sebesar 11,1%.14 15 Penelitian Azamris di Rumah Sakit Perjan Dr. M Jamil Padang pada Mei- November 2004 pada 30 orang penderita struma (25 wanita dan 5 pria) dilakukan pemeriksaan histopatologi ditemukan keganasan struma pada 4 orang (0,13%).


B.     Tujuan:
-          Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai Asuhan Keperawatan pada penyakit Struma.
-          Tujuan Khusus
a.       Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai Anatomi fisiologi penyakit Struma.
b.      Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai Definisi penyakit Struma.
c.       Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai Etiologi penyakit Struma.
d.      Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai Klasifikasi penyakit Struma.
e.       Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai Patofisiologi penyakit Struma.
f.       Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai Manifestasi Klinis penyakit Struma.
g.      Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai Pemeriksaan Penunjang penyakit Struma.
h.      Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai Penatalaksanaan medis penyakit Struma.
i.        Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai Komplikasi penyakit Struma.
j.        Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai Asuhan keperawatan penyakit Struma.



C.    Sistematika
Sistematika penulisan tersusun menjadi tiga bagian. Masing-masing bagian akan menjelaskan gambaran singkat mengenai isi tulisan. Dengan demikian diharapkan dapat mempermudah dalam penyajian dan pembahasan serta pemahaman terhadap apa yang tersaji. Berikut ini merupakan sistematikanya:
§  BAB I yang merupakan Pendahuluan, akan membahas mengenai latar belakang, tujuan dan sistematika penulisan.
§  BAB II  akan membahas mengenai Sistem Endokrin, Anatomi fisiologi, Definisi, Etiologi, klasifikasi, Patofisiologi, Manifestasi Klinis, Pemeriksaan Penunjang, Penatalaksanaan medis, Komplikasi serta Asuhan keperawatan dari Struma.
§  BAB III merupakan bagian penutup yang membahas kesimpulan dan saran.





BAB II
TINJAUAN TEORI
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR TIROID
1. Anatomi
Tiroid berarti organ berbentuk perisai segi empat. Kelenjar tiroid merupakan organ yangbentuknya seperti kupu-kupu dan terletak pada leher bagian bawah di sebelah anterior trakea (Gambar 1). Kelenjar ini merupakan kelenjar endokrin yang paling banyak vaskularisasinya, dibungkus oleh kapsula yang berasal dari lamina pretracheal fascia profunda. Kapsula ini melekatkan tiroid ke laring dan trakea. Kelenjar ini terdiri atas dua buah lobus lateral yang dihubungkan oleh suatu jembatan jaringan isthmus tiroid yang tipis dibawah kartilago krikoidea di leher, dan kadangkadang terdapat lobus piramidalis yang muncul dari isthmus di depan laring.
Kelenjar tiroid terletak di leher depan setentang vertebra cervicalis 5 sampai thoracalis 1, terdiri dari lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus. Setiap lobus berbentuk seperti buah pear, dengan apeks di atas sejauh linea oblique lamina cartilage thyroidea, dengan basis di bawah cincin trakea 5 atau 6. Kelenjar tiroid  mempunyai panjang ± 5 cm, lebar 3 cm, dan dalam keadaan normal kelenjar tiroid pada orang dewasa beratnya antara 10 sampai 20 gram. Aliran darah kedalam tiroid per gram jaringan kelenjar sangat tinggi (± 5 ml/menit/gram tiroid).
Tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-folikel kecil yang dipisahkan satu dengan lainnya oleh suatu jaringan ikat. Setiap folikel dibatasi oleh epitel kubus dan diisi oleh bahan proteinaseosa berwarna merah muda yang disebut koloid.
 Sel-sel epitel folikel merupakan tempat sintesis hormon tiroid dan mengaktifkan pelepasannya dalam sirkulasi. Zat koloid, triglobulin, merupakan tempat hormon tiroid disintesis dan pada akhirnya disimpan. Dua hormon tiroid utama yang dihasilkan oleh folikel-folikel adalah tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Sel pensekresi hormon lain dalam kelenjar tiroid yaitu sel parafolikular yang terdapat pada dasar folikel dan berhubungan dengan membran folikel, sel ini mensekresi hormon kalsitonin, suatu hormon yang dapat merendahkan kadar kalsium serum dan dengan demikian ikut berperan dalam pengaturan homeostasis kalsium.  Tiroksin (T4) mengandung empat atom yodium dan triiodotironin (T3) mengandung tiga atom yodium. T4 disekresi dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dengan T3, tetapi apabila dibandingkan milligram per milligram, T3 merupakan hormon yang lebih aktif daripada T4.
2.  Fungsi
Fungsi utama hormon tiroid T3 dan T4 adalah mengendalikan aktivitas metabolik seluler. Kedua hormon ini bekerja sebagai alat pacu umum dengan mempercepat proses metabolisme. Efeknya pada kecepatan metabolisme sering ditimbulkan oleh peningkatan kadar enzim-enzim spesifik yang turut berperan dalam konsumsi oksigen, dan oleh perubahan sifat res ponsif jaringan terhadap hormon yang lain. Hormon tiroid mempengaruhi replikasi sel dan sangat penting bagi perkembangan otak. Adanya hormon tiroid dalam jumlah yang adekuat juga diperlukan untuk pertumbuhan normal. Melalui efeknya yang luas terhadap metabolisme seluler, hormon tiroid mempengaruhi setiap sistem organ yang penting.Kelenjar tiroid berfungsi untuk mempertahankan tingkat metabolisme di berbagai jaringan agar optimal sehingga mereka berfungsi normal. Hormon tiroid merangsang konsumsi O2 pada sebagian besar sel di tubuh, membantu mengatur metabolisme lemak dan karbohidrat, dan penting untuk pertumbuhan dan pematangan normal.Hormon-hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan dan metabolisme energi. Efek-efek ini bersifat genomic, melalui pengaturan ekspresi gen, dan yang tidak bersifat genomic, melalui efek langsung pada sitosol sel, membran sel, dan mitokondria. Hormon tiroid juga merangsang pertumbuhan somatis dan berperan dalam perkembangan normal sistem saraf pusat.Hormon ini tidak esensial bagi kehidupan, tetapi ketiadaannya menyebabkan perlambatan perkembangan mental dan fisik, berkurangnya daya tahan tubuh terhadap dingin, serta pada anak-anak timbul retardasi mental dan kecebolan (dwarfisme). Sebaliknya, sekresi tiroid yang berlebihan menyebabkan badan menjadi kurus, gelisah, takikardia, tremor, dan kelebihan pembentukan panas.
a. Sistem Hormon
Dua jenis hormon berbeda yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid membentuk hormon tiroid yaitu tiroksin dan triiodotironin. Kedua hormon ini merupakan asam amino dengan sifat unik yang mengandung molekul iodium yang terikat pada struktur asam amino.
b. Tiroksin (T4)
Hormon tiroksin (T4) mengandung empat atom iodium dalam setiap molekulnya. Hormon ini disintesis dan disimpan dalam keadaan terikat dengan protein di dalam sel-sel kelenjar tiriod; pelepasannya ke dalam aliran darah terjadi ketika diperlukan. Kurang lebih 75% hormon tiroid terikat dengan globulin pengikatprotein (TBG; thyroid-binding globulin). Hormon tiroid yang lain berada dalam keadaan terikat dengan albumin dan prealbumin pengikat tiroid.
Bentuk T4 yang terdapat secara alami dan turunannya dengan atom karbon asimetrik adalah isomer L. D-Tiroksin hanya memiliki sedikit aktivitas bentuk L.Hormon tiroid yang bersirkulasi dalam plasma terikat pada protein plasma, diantaranya :
(1) globulin pengikat tiroksin (TBG).
(2) prealbumin pengikat tiroksin (TBPA).
(3) albumin pengikat tiroksin (TBA).
Dari ketiga protein pengikat tiroksin, TBG mengikat tiroksin yang paling spesifik. Selain itu, tiroksin mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap protein pengikat ini di bandingkan dengan triiodotironin.
Secara normal 99,98% T4 dalam plasma terikat atau sekitar 8 µg/dL (103 nmol/L); kadar T4 bebas hanya sekitar 2ng/dL (Gambar 2). Hanya terdapat sedikit T4 dalam urin. Waktu paruh biologiknya panjang (6-7 hari), dan volume distribusinya lebih kecil jka dibandingkan dengan cairan ekstra seluler (CES) sebesar 10L, atau sekitar 15% berat tubuh.
c. Triiodotironin (T3)
Hormon yang merupakan asam amino dengan sifat unik yang mengandung molekul iodium yang terikat pada asam amino ini hanya mengandung tiga atom iodium saja dalam setiap molekulnya.Hormon tiroksin juga di bentuk di jaringan perifer melalui deiodinasi T4. Hormon triiodotironin (T3) lebih aktif daripada hormon tiroksin (T4). T4 dan T3 disintesis di dalam koloid melalui iodinasi dan kondensasi molekul-molekul tirosin yang terikat pada linkage peptida dalam triglobulin.
Kedua hormon ini tetap terikat pada triglobulin sampai disekresikan. Sewaktu disekresi, koloid diambil oleh sel-sel tiroid, ikatan peptida mengalami hidrolisis, dan T3 serta  T4 bebas dilepaskan ke dalam kapiler.
Triiodotironin mempunyai afinitas yang lebih kecil terhadap protein pengikat  TBG dibandingkan dengan tiroksin, menyebabkan triiodotironin lebih mudah  berpindah ke jaringan sasaran. Faktor ini yang merupakan alasan mengapa aktivitas  metabolik triiodotironin lebih besar.
T3 mugkin dibentuk melalui kondensasi monoidotirosin (MIT) dengan diidotirosin (DIT). Dalam tiroid manusia normal, distribusi rata-rata senyawa beriodium untuk T3 adalah 7%. Kelenjar tiroid manusia mensekresi sekitar 4 µg (7 nmol) T3. Kadar T3 plasma adalah sekitar 0,15 µg/dL (2,3 nmol/L), dari 0,15 µg/dL yang secara normal terdapat dalam plasma, 0,2% (0,3 ng/dL) berada dalam keadaan bebas. Sisa 99,8% terikat pada protein, 46% pada TBG dan sebagian besar sisanya pada albumin, dengan pengikatan transtiretin sangat sedikit.
3. Pengaturan Fungsi Tiroid
Sekresi tirotropin atau TSH (thyroid  stimulating hormone) , oleh kelenjar hipofisis akan menegendalikan kecepatan pelepasan hormone tiroid. Selanjutnya, pelepasan TSH ditentukan oleh kadar hormon tiroid dalam darah. Jika konsentrasi hormon tiroid didalam darah menurun, pelepasan TSH meningkat  sehingga terjadi peningkatan keluaran T3 dan T4.
Keadaan ini merupakan satu contoh pengendalian umpan balik (feedback kontrol). Hormon pelepas tirotropin (TRH, Thyrotropin Releasing Hormone)  yang disekresikan oleh hipotalamus memberikan pengaruh yang mengatur (modulasi) pelepasan TSH dari hipofisis. Faktor faktor lingkungan seperti penurunan suhu tubuh dapat meningkatkan sekresi TRH dengan demikian menaikkan sekresi hormon tiroid.
Fungsi utama hormon tiroid T3 dan T4 adalah mengendalikan aktivitas metebolik seluler. Kedua hormon ini bekerja sebagai alat pacu umum dengan mempercepat proses metabolisme. Hormon tiroid mempengaruhi replikasi sel dan sangat penting bagi perkembangan otak. Adanya horomtiroid dalam jumlah yang adekuat diperlukan untuk pertumbuhan normal. Melalui efeknya yang luas terhadap metabolisme seluler, hormon tiroid mempengaruhi setiap sistem organ yang penting.
           
4. Vaskularisasi
            Kalsitonin atau tirokalsitonin merupakan hormon penting lainya yang disekresikan oleh kelenjar tiroid. Sekresi kalsitonin tidak dikendalikan oleh TSH.
Hormon ini disekresikan oleh kelenjar tiroid sebagai  respons terhadap kadar kalsium plasma yang tinggi dan kalsitonin akan menurunkan kadar kalsium plasma dengan meningkatkan jumlah  penumpukan kalsium dalam tulang
 Kelenjar tiroid mempunyai suplai darah yang kaya arteri, yaitu :
a. Sistem Arteri
·         A. Thyroidea superior, adalah cabang A. Carotis externa yang masuk ke jaringan superficial kelenjar, mendarahi jaringan connective dan capsule.
·         A. Thyroidea inferior adalah cabang trunchus thyreocervicalis dan masuk ke lapisan dalam kelenjar, mendarahi jaringan parenkim dan propia kelenjar.
·         A. Thyroidea ima, Arteri ini kadang-kadang dijumpai merupakan cabang arcus aorta atau A. Brachiocephalica dan mendarahi istmus.
·         A. Thyroidea acessorius, adalah cabang-cabang A. Oesophageal dan Tracheal yang masuk ke facies posteromedial.
b. Sistem Vena
·         V. Thyroidea superior; muncul dari polus superior dan berakhir pada vena jugularis interna (kadang-kadang V. Facialis)
·         V. Thyroidea inf.; muncul dari margo bawah istmus dan berakhir pada V. Brachiocephalica sin.
·         V. Thyroidea media; muncul dari pertengahan lobus lateralis dan berakhir di V. Jugularis i




5.Histologi

Kelenjar tiroid memiliki kapsula tipis, terdiri dari jaringan ikat padat irregular,terutama serabut reticular, masuk kedalam parenkim kelenjar membentuk septa, sehingga membagi kelenjar kedalam lobulus- lobulus. 

Pada septa jaringan ikat kaya pembuluh darah, pembuluh limfe, dan serabut syaraf. Tidak seperti kelenjar endokrin lain yang terdiri dari kelompokan sel, kelenjartiroid terdiri dari folikel-folikel yang mengandung koloid. Koloid adalah suatu glikoprotein atau bulatan berepitel selapis dengan lumen berisikan suatusubstansi gelatinosa.Dalam setiap lobulus terdapat ribuan folikel.


Gambar. Kelenjar Tiroid
a.       Sel folikel
Disebut juga sel prinsipal Merupakan sel utama yang membentukfolikel tiroid.
·         Bentuk sel kuboid rendah sampai silindris.
·         Inti bulat sampai oval dengan 2 anak inti
·         Sitoplasma basofilik, banyak vesikel-vesikel kecil, terdapat granulasekretoris kecil.
·         Fungsi sel folikel menghasilkan hormin tiroksin (T4) dan triiodotironin(T3). Hormon ini di stimulus oleh hormonTSH.
b.      Sel parafolikular
Disebut juga clear cell atau cell C. Letak diantara sel folikel, antarafolikel tiroid, atau antara sel folikel dengan membrana basalis folikel Bisa ditemukan sendirian atau dalam kelompok di antara sel folikel. Selpara folikular tidak mencapai lumen.
Lebih besar dari sel folikel Inti besar, bulat Sitoplasma dengan granula terwarna pucat, terdapat granulasekretoris kecil. Berfungsi menghasilkan dan sekresi hormonkalsitonin (tirokalsitonin). Hormon ini dilepaskan secara langsung ke dalam jaringan ikat, segeramasuk pembuluh darah. Fungsi hormon kalsitonin adalah menurunkankonsentrasi kalsium dalam plasma dengan cara menenkan resorpsi tulangoleh osteoklas

6. Ambilan dan Metabolisme Iodium
Iodium merupakan unsur esensial bagi tiroid untuk sintesis hormon tiroid. Pada kenyataanya, iodium dalam tubuh paling banyak digunakan oleh kelenjar  tiroid, dan gangguan utama akibat defisiensi iodium adalah perubahan fungsi tiroid. Iodida dikonsumsi dari makan dan diserap ke darah didalam trkatus gastrointestinal. Kelenjar tirod bekerja sangat efisien dalam mengambil iodium dari darah dan kemudian memekatkanya  dalam sel sel kelenjar tersebut.  Disana ion ion iodida akan diubah menjadi molekul iodium yang akan bereaksi dengan tirosin (suatu asam amino) untuk membentuk hormon tiroid.


B. TEORI BERDASARKAN KASUS (STRUMA)
1.      Definisi
Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet iodium yang dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. 
Kelainan glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tiritosikosis atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tyroid noduler. Berdasarkan patologinya, pembesaran tyroid umumnya disebut struma (De Jong & Syamsuhidayat, 1998).
Struma adalah perbesaran kelenjar tiroid yang menyebabkan pembengkak-an di bagian depan leher (Dorland, 2002).

2.      ETIOLOGI
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
·         Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
·         Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
·         Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak, kacang kedelai).
·         Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).

3.      KLASIFIKASI
1)   Berdasarkan fisiologisnya :
a.    Eutiroid : aktivitas kelenjar tiroid normal
b.    Hipotiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang kurang dari normal
c.    Hipertiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang berlebihan


2)   Berdasarkan klinisnya :
a.    Non-Toksik (eutiroid dan hipotiroid)
·      Difusa    :  endemik goiter, gravida
·      Nodusa   :  neoplasma
b.    Toksik (hipertiroid)
·      Difusa      :  grave, tirotoksikosis primer
·      Nodusa  :  tirotoksikosis skunder     
3)   Berdasarkan morfologinya :
a.      Struma Hyperplastica Diffusa
Suatu stadium hiperplasi akibat kekurangan iodine (baik absolut ataupun relatif).Defisiensi iodine dengan kebutuhan excessive biasanya terjadi selama pubertas, pertumbuhan, laktasi dan kehamilan. Karena kurang iodine kelenjar menjadi hiperplasi untuk menghasilkan tiroksin dalam jumlah yang cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan supply iodine yang terbatas.  Sehingga terdapat vesikel pucat dengan sel epitel kolumner tinggi dan koloid pucat. Vaskularisasi kelenjar juga akan bertambah. Jika iodine menjadi adekuat kembali (diberikan iodine atau kebutuhannya menurun) akan terjadi perubahan di dalam struma koloides atau kelenjar akan menjadi fase istirahat.

b.      Struma Colloides Diffusa
Ini disebabkan karena involusi vesikel tiroid. Bila kebutuhan excessive akan tiroksin oleh karena kebutuhan yang fisiologis (misal, pubertas, laktasi, kehamilan, stress, dsb.) atau defisiensi iodine telah terbantu melalui hiperplasi, kelenjar akan kembali normal dengan mengalami involusi. Sebagai hasil vesikel distensi dengan koloid dan ukuran kelenjar membesar.

c.       Struma Nodular
Biasanya terjadi pada usia 30 tahun atau lebih yang merupakan sequelae dari struma colloides. Struma noduler dimungkinkan sebagai akibat kebutuhan excessive yang lama dari tiroksin. Ada gangguan berulang dari hiperplasi tiroid dan involusi pada masing-masing periode kehamilan, laktasi, dan emosional (fase kebutuhan). Sehingga terdapat daerah hiperinvolusi, daerah hiperplasi dan daerah kelenjar normal. Ada daerah nodul hiperplasi dan juga pembentukan nodul dari jaringan tiroid yang hiperinvolusi.
Tiap folikel normal melalui suatu siklus sekresi dan istirahat untuk memberikan kebutuhan akan tiroksin tubuh. Saat satu golongan sekresi, golongan lain istirahat untuk aktif kemudian. Pada struma nodular, kebanyakan folikel berhenti ambil bagian dalam sekresi sehingga hanya sebagian kecil yang mengalami hiperplasi, yang lainnya mengalami hiperinvolusi (involusi yang berlebihan/mengecil)

4.      PATOFISIOLOGI
Berbagai faktor diidentifikasi sebagai penyebab terjadinya hipertrofi kelenjar tiroid termasuk didalamnya defisiensi iodium, goitrogenik glikosida agent ( zat atau bahan ini dapat memakan sekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu, jagung lobak, kangkung, kubis bila dikonsumsi secara berlebihan, obat-obatan anti tiroid, anomali, peradangan atau tumor atau neoplasma.
Sedangkan secara fisiologis menurut Benhard (1991) kelenjar tiroid dapat membesar sebagai akibat peningkatan aktivitas kelenjar tiroid sebagai upaya mengimbangi kebutuhan tubuh yang meningkat pada masa pertumbuhan dan masa kehamilan. Bahkan dikatakan pada kondisi stress sekalipun kebutuhan tubuh akan hormon ini cenderung meningkat. Laju metabolisme tubuh pada kondisi-kondisi diatas meningkat.
Berdasarkan kejadian atau penyebarannya ada yang disebut Struma Endemis dan Sporadis. secara sporadis dimana kasus-kasus struma ini dijumpai menyebar diberbagai tempat atau daerah. Bila dihubungkan dengan penyebab, maka struma sporadis banyak disebabkan oleh faktor goitrogenik, anomali dan penggunaan obat-obatan anti tiroid, peradangan dan neoplasma. Secara endemis dimana kasus-kasus ini struma ini dijumpai pada sekelompok orang di suatu daerah tertentu, dihubungkan dengan penyebab defisiensi iodium.
Bahan dasar pembentukan hormon-hormon kelenjar tiroid adalah iodium yang diperoleh dari makanan dan minuman yang mengandung iodium. Ion iodium (iodida) darah masuk kedalam kelenjar tiroid secara transport aktif dengan ATP sebagain sumber energi. selanjutnya sel-sel folikel kelenjar tiroid akan mensintesis Tiroglobulin (sejenis glikoprotein) dan selanjutnya mengalami iodinisasi sehingga akan terbentuk iodotironin (DIT) dan mono iodotironin (MIT). Proses ini memerlukan enzim peroksida sebagai katalisator. Proses akhir adalah berupa reaksi penggabungan. Penggabungan dua molekul DIT akan membentuk tetra iodotironin tiroxin (T4) dan molekul DIT bergabung dengan MIT menjadi tri iodotironin (T3) untuk selanjutnya masuk kedalam plasma dan berikatan dengan protein binding iodine. Reaksi penggabungan ini dirangsang oleh hormon TSH dan dihambat oleh tiourasil, Tiourea, sulfonamid dan metilkaptoimidazol.
Melihat proses singkat terbentuknya hormon tiroid maka pemasukan iodium yang berkurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh, hiposekresi TSH, bahan atau zat yang mengandung tiourea, tiourasil, sulfonamid, dan metilkaptoimidazol, glukosil goitrogenik, gangguan pada kelenjar tiroid sendiri serta faktor pengikat dalam plasma sangat menentukan adekuat tidaknya sekresi hormon tiroid. bila kadar hormon-hormon tiroid kurang makan akan terjadi mekanisme umpan balik terhadap kelenjar tiroid sehingga aktivitas kelenjar meningkat dan terjadi pembesaran (hipertropi). Dengan kompensasi ini kadar hormon seimbang kembali.
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ disekitarya. Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esofagus. Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong trakea, esofagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia yang akan berdampak thdp gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. penekanan pada pitasuara akan menyebabkan suara menjadi serak atau parau.
Bila pembesaran keluar, maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. tentu dampaknya lebih ke arah estetika atau kecantikan. perubahan bentuk leher dapat mempengaruhi rasa aman dan konsep diri klien.



5.      MANIFESTASI KLINIS
Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal (Mansjoer, 2001) :
·         Berdasarkan jumlah nodul: bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut multinodosa.
·         Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radoiaktif : nodul dingin, nodul hangat, dan nodul panas.
·         Berdasarkan konsistensinya : nodul lunak, kistik, keras, atau sangat keras.
Pada umumnya pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya yang dengan struma nodosa besar, mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada esophagus (disfagia) atau trakea (sesak napas) (Noer, 1996). Gejala penekanan ini data juga oleh tiroiditis kronis karena konsistensinya yang keras (Tim penyusun, 1994). Biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul (Noer, 1996).
Keganasan tiroid yang infiltrasi nervus rekurens menyebabkan terjadinya suara parau (Tim penyusun, 1994). Kadang-kadang penderita datang dengan karena adanya benjolan pada leher sebelah lateral atas yang ternyata adalah metastase karsinoma tiroid pada kelenjar getah bening, sedangkan tumor primernya sendiri ukurannya masih kecil. Atau penderita datang karena benjolan di kepala yang ternyata suatu metastase karsinoma tiroid pada kranium (Tim penyusun, 1994).

6.      PEMERIKSAAN PENUNJANG  
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan kadar TSH, T3 serum, T4 serum, Tiroksin bebas.
Nilai normal :
T4 serum   : 4.9 – 12.0 µg/dL
Tiroksin bebas: 0.5 – 2.8 µg/dL
T3 serum   : 115 - 190 µg/dL
TSH serum: 0.5 – 4 µg/dL


1.      Pemeriksaan sidik tiroid
Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Nal peroral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk:
·      Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya. Hal ini menunjukkan sekitarnya.
·      Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih
·      Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.

2.      Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa bentuk kelainan, tetapi belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau jinak. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG :
·           Kista
·           Adenoma
·           Kemungkinan karsinoma
·           Tiroiditis

3.      Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)
Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisap cairan secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul (Noer, 1996).
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyababkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat, teknik biopsi kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah interpretasi oleh ahli sitologi.


4.      Termografi
Metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat dengan memakaiDynamic Telethermography. Pemeriksaan ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9o C dan dingin apabila <0,9o C. Pada penelitian Alves didapatkan bahwa pada yang ganas semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini paling sensitif dan spesifik bila dibanding dengan pemeriksaan lain.

5.      Petanda Tumor
Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg) serum. Kadar Tg serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak rataa-rata 323 ng/ml, dan pada keganasan rata-rata 424 ng/ml.

7.      PENATALAKSANAAN MEDIS
a)      Konservatif/medikamentosa
a.       Indikasi :
·      Usia tua
·      Pasien sangat awal
·      Rekurensi pasca bedah
·      Pada persiapan operasi
·       Struma residif
·      Pada kehamilan, misalnya pada trimester ke-3
b.      Struma non toksik  :  iodium, ekstrak tiroid 20-30 mg/dl
c.       Struma toksik   :
·      Bed rest
·      PTU 100-200 mg  (propilthiouracil)
Merupakan obat anti-tiroid, dimana bekerjanya dengan prevensi pada sintesis dan akhir dari tiroksin. Obat ini bekerja mencegah produksi tiroksin (T4). Diberikan dosis 3x 100 mg/hari tiap 8 jam sampai tercapai eutiroid. Bila menjadi eutiroid dilanjutkan dengan dosis maintenance 2 x 5 mg/hari selama 12-18 bulan.

·         Lugol 5 – 10 tetes
Obat ini membantu mengubah menjadi tiroksin dan mengurangi vaskularisasi serta kerapuhan kelenjar tiroid. Digunakan 10-21 hari sebelum operasi. Namun sekarang tidak digunakan lagi, oleh karena propanolol lebih baik dalam mengurangi vaskularisasi dan kerapuhan kelenjar. Dosis 3 x 5-10 mg/hari selama 14 hari.
·         Iodium (I131)

b)      Radioterapi
Menggunakan I131, biasanya diberikan pada pasien yang telah diterapi dengan obat anti-tiroid dan telah menjadi eutiroid. Indikasi radioterapi adalah pasien pada awal penyakit atau pasien dengan resiko tinggi untuk operasi dan untuk pasien dengan hipotiroid rekuren. Radioterapi merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil dan anak-anak.

c)      Operatif
a.       Isthmulobectomy , mengangkat isthmus
b.      Lobectomy,  mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram
c.       Tiroidectomi total, semua kelenjar tiroid diangkat
d.      Tiroidectomy subtotal bilateral, mengangkat sebagian lobus kanan dan sebagian kiri.
e.       Near total tiroidectomi, isthmulobectomy dextra dan lobectomy subtotal sinistra dan sebaliknya.
f.       RND (Radical Neck Dissection), mengangkat seluruh jaringan limfoid pada leher sisi yang bersangkutan dengan menyertakan n. accessories, v. jugularis eksterna dan interna, m. sternocleidomastoideus dan m. omohyoideus serta kelenjar ludah submandibularis.





8.      KOMPLIKASI
1.    Gangguan menelan atau bernafas
2.    Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantung kongestif ( jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh)
3.    Osteoporosis, terjadi peningkatan proses penyerapan tulang sehingga tulang menjadi rapuh, keropos dan mudah patah.



C.                ASUHAN KEPERWATAN DENGAN KLIEN STRUMA
Nama klien      : Ny helena
Umur               : 32 tahun
Alamat            : -
TTL                 : -
No RM            : -
Pengkajian
a.        Aktivitas/istirahat
Tanda  : insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat.
gejala : atrofi otot.
b.       Eliminasi
Gejala  : urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
c.        Integritas ego
Gejala  : mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik.
Tanda  : emosi labil, depresi.
d.      Makanan/cairan
Gejala  : kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah.
Tanda  : pembesaran tyroid, goiter.
e.       Rasa nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri orbital, fotofobia.
f.       Pernafasan
Data subyektif : frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru (pada krisis tirotoksikosis).
g.      Keamanan
Gejala  : tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan).
Tanda  : suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah.
h.      Seksualitas
Tanda  : libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.

DATA FOKUS
Data subjektif
Data objektif
Ø  Klien mengatakan nyeri pada tenggorokan seperti tercekik
Ø  Klien mengatakan kesulitan bernafas
Ø  Klien mengatakan kesulitan menelan
Ø  Klien mengatakan suara serak
Ø  Klien mengatakan tinggal di daerah pegunungan
Ø  Klien mengatakan sehari hari mengkonsumi sayuran seperti : kubis, lobak cina, brussels , kecambah
Ø  Klien mengatakan ketika memasak jarang menggunakan garam yang beryodium
Ø  Pada pemeriksaan fisik inspeksi di  pada leher bawah kanan di temukan adanya pembengkakan pada massa lebih dari 1 .
Ø  Ttv : TD :130/80 mmhg
         HR : 96x/ menit
         RR : 28x/ menit
         S    : 37,40 C
Ø  Pada pemeriksaan t3 dan t4 serum hasil : menurun



ANALISA DATA
No.
Data focus
Problem
Etiologi
1











2













3











4
Ø  Klien mengatakan kesulitan bernafas
Ø  Klien mengatakan suara serak
Ø  Pada pemeriksaan fisik inspeksi di  pada leher bawah kanan di temukan adanya pembengkakan pada massa lebih dari 1 .


Ø  Klien mengatakan nyeri pada tenggorokan seperti tercekik
Ø   Pada pemeriksaan fisik inspeksi di  pada leher bawah kanan di temukan adanya pembengkakan pada massa lebih dari 1 .
Ø  Ttv : TD :130/80 mmhg
         HR : 96x/ menit
         RR : 28x/ menit
         S    : 37,40 C



Ø  Klien mengatakan nyeri pada tenggorokan seperti tercekik
Ø  Klien mengatakan suara serak
Ø  Klien mengatakan sehari hari mengkonsumi sayuran seperti : kubis, lobak cina, brussels , kecambah



Ø  Klien mengatakan kesulitan menelan
Pola nafas tidak efektif 










Nyeri akut













Gangguan komunikasi verbal,









Resiko gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan





Obstruksi jala nafas










agen injuri biologis













cedera pita suara/kerusakan saraf laring, edema jaringan








Intake tidak adekuat, sakit menelan

DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS
No.
Diagnosa keperawatan
Tanggal ditemukan
Tanggal teratasi
1
2

3

4


Pola nafas tidak efektif b.d obstruksi jalan nafas

Nyeri akut b.d agen injuri biologis

Gangguan komunikasi verbal b.d
cedera pita suara/kerusakan saraf laring, edema jaringan

Resiko gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d Intake tidak adekuat, sakit menelan




Intervensi dan kriteria hasil
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Perencanaan
Intervensi
1




















2


































3






















4
Pola nafas tidak efektif  bd obstruksi jalan nafas

















Nyeri akut b.d agen injuri biologis


























Gangguan komunikasi verbal b.d
cedera pita suara/kerusakan saraf laring, edema jaringan
















Resiko gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d Intake tidak adekuat, sakit menelan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam di harapkan :
Ø  Klien tidak mengeluhkan sulit bernafas
Ø  Klien menunjukan pola nafas efektif













Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan :
Ø  Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol





























Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan :
Ø  Klien Mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat dipahami.
Ø  Suara klien tidak serak






















Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam:
Ø  Nafsu makan klien bertambah
Ø  Klien dapat makan tanpa merasa sakit menelan

MANDIRI
1.      Berikan pasien posisi semi fowler ( untuk memudahkan pasien dalam bernafas )
2.      Kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan ( untuk mengetahui kedalaman pernafasan klien )a
3.      Bantu pasien latihan pernafasan ( untuk membantu pasien mudah bernafas )
KOLABORASI
1.      Berikan oksigen sesuai program ( memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas )


MANDIRI
1.      Letakkan pasien dalam posisi semi fowler dan sokong kepala/leher dengan bantal (Mencegah hiperekstensi leher dan memberi kenyamanan klien)
2.      Berikan minuman yang sejuk/makanan yang lunak ditoleransi jika pasien mengalami kesulitan menelan (Menurunkan nyeri tenggorok tetapi makanan lunak ditoleransi jika pasien mengalami kesulitan menelan)
3.      Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat lokasi, intensitas (skala 0 – 10) dan lamanya (Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi, menentukan efektivitas terapi.)

KOLABORASI
1.      Beri obat analgetik dan/atau analgetik spres tenggorok sesuai kebutuhannya.



MANDIRI
1.      Kaji fungsi bicara secara periodik. (Suara serak dan sakit tenggorok akibat edema jaringan atau kerusakan karena pembedahan pada saraf laringeal yang berakhir dalam beberapa hari kerusakan saraf menetap dapat terjadi kelumpuhan pita suara atau penekanan pada trakea)
2.      Memberikan metode komunikasi alternatif yang sesuai, seperti papan tulis, kertas tulis/papan gambar (Memfasilitasi eksprsi yang dibutuhkan)
3.      Beritahu pasien untuk terus menerus membatasi bicara dan jawablah bel panggilan dengan segera (Mencegah pasien bicara yang dipaksakan untuk menciptakan kebutuhan yang diketahui/memerlukan bantuan)


MANDIRI
1.      Beri makanan yg mudah di telan seperti bubur ( agar klien mudah menelan makanan dan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi )
2.      Beri makanan yg tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin ( agar klien nyaman memakan makanan tersebut )\
3.      Ber makanan porsi kecil namun sering ( untuk memudahkan klien memakan makanan tersebut )
Kolaborasi
1.      Kolaborasi pemasangan selang NGT bila diperlukan










BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet iodium yang dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tiroid.
B.     SARAN
Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat kekurangan untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang membangun demi sempurnanya makalah ini




DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, volume 2, Jakarta: EGC Hartini. 1987. Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, Jakarta: FKUI Syaifudin. 2002.
Widya Medika Guyton, C. Arthur, (1991), Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Missisipi; Departemen of Physiology and Biophysis, Jakarta: EGC
Junadi, Purnawan, (2000), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke III, Jakarta: FKUI Long, Barbara C, (1996), Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta: EGC
Price, Sylvia A, (1998). Patofisiologi, jilid 2, Jakarta: EGC Tucker
Susan Martin(1998), Standar Perawatan Pasien, Jakarta: EGC


















1 komentar: