DIABETES MELITUS
RIZKA NURDIANI SINTAN
(1110711011)
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2012-2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan atas limpahan rahmat dan berkahnya yang diberikan kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “DIABETES MELLITUS”. Makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah Sistem Endokrin. Terimakasih kami sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini baik yang terlibat secara langsung maupun yang tidak.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena keterbatasan yang kami miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca sangat kami harapkan agar terciptanya makalah yang lebih baik lagi.
Jakarta, Oktober 2013
Tim
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pankreas
adalah organ pada sistem pencernaan yang memililki fungsi utama yakni untuk
menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin.
Diabetes
merupakan permasalahan kesehatan serius di seluruh dunia.Diperkirakan 15,7 juta
orang di Amerika Serikat menderita diabetes mellitus. Perkiraan tersebut,
merupakan perhitungan antara diabetes yang terdiagnosa dan tidak terdiagnosa,
sebanyak 5,9 % populasi di Amerika Serikat menderita diabetes mellitus.
Diabetes Mellitus menyebabkan kematian lebih dari 162.200 jiwa pada tahun 1996.
Diabetes termasuk tujuh penyebab utama kematian pada daftar angka kematian di
AS, tapi diabetes diyakini termasuk kematian yang tidak tidak terlaporkan,
antaranya adalah kondisi dan penyebab kematian. Diabetes adalah penyebab utama
dari kebutaan. Lebih dari 60 sampai 65% penderita diabetes menderita
hipertensi. Hal yang mengejutkan biaya
pengeluaran untuk pengobatan secara langsung dan tidak langsung untuk diabetes
pada tahun 1997 diperkirakan mencapai 98 juta dolar. Banyaknya biaya tidak memberikan
timbal balik yang kehidupan patien diabetes dan keluarganya.(Sharon n Margaret
2000)
Penderita
diabetes mellitus di Indonesia terus
meningkat setiap tahunnya, hal ini dihubungkan dengan meningkatnya angka
kesejahteraan. Persentase penderita diabetes mellitus lebih besar di kota daripada
di desa, 14,7% untuk dikota dan 7,2% di desa. Indonesia menduduki peringkat
keenam di dunia dalam hal jumlah terbanyak penderita diabetes.
Dari
penjelasan yang tersebut diatas peranan soerang perawat sangat penting dalam
pemberian asuhan keperawatan untuk menurunkan angka kesakitan dan angka
kematian yang disebabkan karena diabetes mellitus, sehingga diharapkan
mahasiswa keperawatan dapat memahami dan menguasai konsep asuhan keperawatan
pada pasien diabetes mellitus.
B. Tujuan
Penulisan
1.
Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini
diharapkan mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien diabetes
mellitus
2.
Tujuan
Khusus
Mahasiswa
diharapkan mampu :
1.
Menjelaskan
anatomi fisiologi pankreas
2.
Menjelaskan
mekanisme kerja insulin
3.
Menjelaskan
pengertian diabetes mellitus
4.
Menyebutkan
jenis diabetes mellitus
5.
Menjelaskan
etiologi diabetes mellitus
6.
Menjelaskan
patofisiologi Diabetes Mellitus
7.
Menjelaskan
tanda dan gejala diabetes mellitus
8.
Menjelaskan
pemeriksaan penunjang diabetes mellitus
9.
Menjelaskan
pengobatan pada diabetes mellitus
10. Menjelaskan
komplikasi diabetes mellitus
11. Menjelaskan
asuhan keperawatan pada pasien diabetes mellitus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang
memiliki fungsi utama yakni untuk menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa
hormon penting seperti insulin.
Kalenjar pankreas terletak pada bagian belakang
lambung dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari). Di dalamnya
terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau pada peta, karena itu
acapkali disebut pulau-pulau Langerhans. Dinamakan Langerhans atas penemunya,
Paul Langerhans pada tahun 1869. Setiap pulau berisikan sel beta yang berfungsi
mengeluarkan hormon
insulin. Dimana hormon insulin memegang peran
penting dalam mengatur kadar glukosa darah.
Tiap pankreas mengandung lebih kurang 100.000 pulau Langerhans dan tiap pulau berisi 100 sel beta. Disamping sel beta ada juga sel alfa yang memproduksi glukagon yang bekerja sebaliknya dari insulin yaitu mengingkatkan kadar glukosa darah. Juga ada sel delta yang mengeluarkan somatostatin.
( Selain itu terdapat sel f menghasilkan polipeptida
pankreatik, yang berperan mengatur fungsi eksokrin pancreas.(dr Jan
Tamboyang,:2001:75)
1. Glucagon
Sasaran utama glikagon adalah hati, dengan
a) Merombak
glikogen menjadi glukosa(glikogenolisis)
b) Sintesis
glukosa dari asam laktat dan dari molekul non-karbohidrat seperti asam lemak
dan asam amino(glukoneogenesis)
c) Pembebasan
glukosa ke darah oleh sel-sel hati, sehingga gula darah naik
Sekresi glucagon dirangsang turunnya kadar gula darah,
juga naiknya kadar asam amino darah(setelah makan banyak protein). Sebaliknya
dihambat oleh kadar gula darah yang tinggi oleh somatosmatin.
2. Insulin
Insulin merupakan protein kecil dengan molekul 5808
untuk insulin manusia. Insulin terdiri atas dua rantai asam amino, satu sama
lain dihubungkan oleh ikatan disulfide.
Sebelum insulin dapat berfungsi dia harus berikatan
dengan protein reseptor yang besar didalam membrane sel.(Guyton,699)
Efek insulin yang paling jelas adalah setelah makan.
Efek utamanya adalah menurunkan kadar gula darah, juga mempengaruhi metabolism
protein dan lemak. Penurunan kadar gula darah terjadi karena transport membrane
terhadap glukosa ke dalam sel meningkat, khususnya ke dalam sel-sel otot.
Insulin menghambat perombakan glikogen menjadi glukosa dan konversi asam amino
atau asam lemak menjadi glukosa; jadi menghambat aktivitas metabolic yang dapat
meningkatkan glukosa darah. Setelah glukosa masuk kedalam sel-sel sasaran,
insulin mempengaruhi
a) Oksidasi
glukosa menghasilkan ATP
b) Menggabungkan
glukosa membentuk glikogen
c) Mengkonversi
glukosa menjadi lemak.
Kebutuhan energy didahulukan, baru deposit glikogen;
bila masih ada glukosa, terjadi deposit lemak. Sekresi insulin dirangsang
naiknya kadar gula darah, juga kadar asam amino dan asam lemak darah. .(dr Jan
Tamboyang,:2001:75)
B. Mekanisme
Kerja Insulin
Salah satu
efek insulin yang terpenting adalah untuk menyebabkan absorber bagian terbesar
glukosa setelah makan untuk disimpan hamper segera didalam hati dalam bentuk
glikogen. Kemudian diantara waktu makan, bila insulin tidak tersedia dan
konsenttrasi darah mulai menurun, maka glikogen hati kembali dipecah menjadi
glukosa, yang dilepaskan kembali ke dalam darah untuk menjaga konsentrasi gula
darah agar tidak turun terlalu rendah.
Mekanisme
insulin menyebabkan ambilan dan penyimpanan glukosa didalam hati meliputi
beberapa langkah yang hamper serentak.
1.
Insulin
menghambat fosforilase, enzim yang menyebabkan glikogen hati dipecah menjadi
glukosa
2.
Insulin
meningkatkan ambilan glukosa dari darah oleh sel-sel hati
3.
Insulin juga
meningkatkan aktivitas enzim yang meningkatkan sintesis glikogen.
Setelah makan berlalu dan kadar glukosa mulai turun
sampai kadar rendah, sekarang terjadi beberapa kejadian yang menyebabkan hati
melepaskan glukosa kembali kedalam darah yang bersirkulasi.
1.
Penurunan
glukosa menyebabkan pancreas menurunkan sekresi insulinnya
2.
Kemudian
kurangnya insulin membalikkan semua efek yang tercatat diatas untuk penyimpanan
glikogen
3.
Kurangnya
insulin juga mengaktivasi enzim fosforilasi, yang menyebabkan pemecahan
glikogen menjadi glukosa fosfat
4.
Enzim
glukosa fosfatase menyebabkan gugus fosfat pecah dari glukosa dan ini
memungkinkan glikosa bebas berdifusi kembali ke darah.
Jadi hati mengambil glukosa dari darah bila berlebihan
setelah makan dan mengembalikannya kedalam darah bila ia diperlukan diantara
waktu makan. Biasanya, sekitar 60 % glukosa dari makanan yang disimpan dengan
cara ini didalam hati dan kemudian kembali lagi.
Insulin juga meningkatkan konversi glukosa nhati
menjadi asam lemak dan asam lemak ini diangkut lagi kedalam jaringan adipose
serta disimpan sebagai lemak.Insulin juga menghambat glukoneogenesis. Ini
terutama terjadi dengan menurunkan jumlah dan aktivitas enzim hati yang
diperlukan untuk glukoneogenesis.(Guyton:704)
1.
Pengaturan
Sekresi Insulin
Sekresi insulin terutama diatur oleh konsentrasi
glukosa darah. Akan tetapai, asam amino darah dan factor-faktor lain juga
memiliki peranan penting.
Kadar glukosa darah normal waktu puasa adalah
80-90mg/100ml. darah, kecepatan sekresi insulin minimum. Waktu glukosa darah
meningkat diatas 100mg/100ml darah, kecepatan sekresi insulin meningkat cepat,
mencapai puncaknya yaitu 10 sampai 20 kali tingkat konsentrasi glukosa darah
antara 300 sampai dan 400 mg/100ml.
Selain sekresi insulin dirangsang oleh glukosa,
kebanyakan asam amino mempunyai efek yang sama. Akan tetapi, efek ini berbeda
dari perangsangan glukosa terhadap sekresi insulin sebagai berikut:
Asam amino yang diberikan tanpa adanya peningkatan
glukosa darah hanya menyebabkan sedikit peningkatan sekreesi insulin. Akan
tetapi, bila diberikan pada saat yang sama dengan konsentrasi glukosa darah
yang tinggi, sekresi insulin yang dirangsang glukosa mungkin sebanyak dua kali.
Jadi, asam amino saat mempotensiasi
rangsangan glukosa terhadap sekresi insulin.Guyton:705)
C. Pengertian
Diabetes Mellitus
Diabetes
Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif . Diabetes Melitus adalah suatu
kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya
peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun
relatif (Noer, 2003 dalam www.trinoval.web.id). Diabetes mellitus adalah
penyakit dimana penderita tidak bisa mengontrol kadar gula dalam tubuhnya.
Tubuh akan selalu kekurangan ataupun kelebihan gula sehingga mengganggu system
kerja tubuh secara keseluruhan (FKUI, 2001 dalam www.trinoval.web.id).
Diabetes
mellitus adalah sekelompok kelainan yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa
darah (hiperglikemia). Mungkin terdapat penurunan dalam kemampuan tubuh untuk
berespon terhadap insulin dan atau penurunan atau tidak terdapatnya pembentukan
insulin oleh pancreas. Kondisi ini mengarah pada hiperglikemia, yang dapat
menyebabkan terjadinya komplikasi metabolic akut seperti ketoasidosis diabetic.
Hiperglikema jangka panjang dapat menunjang terjadinya komplikasi mikrovaskular
kronis (penyakit ginjal dan mata) serta komplikasi neuropati. Diabetes juga
berkaitan dengan kejadian penyakit makrovaskuler, termasuk infark miokard,
stroke, dan penyakit vaskuler perifer.(brunner and suddarth, 2002: 109)
D. Jenis Diabetes Mellitus
1.
Tipe 1:
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
Diabetes ini dikenal sebagai tipe juvenile onset dan
tipe dependen insulin, namun kedua tipe ini dapat muncul pada sembarang usia.
Insidens tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunnya dan dapat dibagi
dalam dua subtype yaitu autoimun akibat disfungsi autoimun dengan kekurangan
sel-sel beta dan idiopatik tanpa bukti adanya autoimun dan tidak diketahui
sumbernya. Sub tipe ini lebih sering timbul pada etnik keturunan Afrika-Amerika
dan Asia.
Diabetes tipe 1 banyak ditemukan pada balita,
anak-anak dan remaja.
Sampai saat ini, Diabetes Mellitus tipe 1 hanya dapat di obati dengan pemberian therapi insulin yang dilakukan secara terus menerus berkesinambungan. Riwayat keluarga, diet dan faktor lingkungan sangat mempengaruhi perawatan penderita diabetes tipe 1. Pada penderita diebetes tipe 1 haruslah diperhatikan pengontrolan dan memonitor kadar gula darahnya, sebaiknya menggunakan alat test gula darah. Terutama pada anak-anak atau balita yang mana mereka sangat mudah mengalami dehidrasi, sering muntah dan mudah terserang berbagai penyakit.
Sampai saat ini, Diabetes Mellitus tipe 1 hanya dapat di obati dengan pemberian therapi insulin yang dilakukan secara terus menerus berkesinambungan. Riwayat keluarga, diet dan faktor lingkungan sangat mempengaruhi perawatan penderita diabetes tipe 1. Pada penderita diebetes tipe 1 haruslah diperhatikan pengontrolan dan memonitor kadar gula darahnya, sebaiknya menggunakan alat test gula darah. Terutama pada anak-anak atau balita yang mana mereka sangat mudah mengalami dehidrasi, sering muntah dan mudah terserang berbagai penyakit.
2.
Tipe 2: Non-Insulin-Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM)
a)
90% sampai
95% penderita diabetic adalah tipe 2. Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan
sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah
pembentukan insulin
b)
Pengobatan
pertama adalah dengan diit dan olahraga; jika kenaikan kadar glukosa darah
menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemia(suntikan insulin dibutuhkan jika
preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia)
c)
Terjadi
paling sering pada mereka yang berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang
obesitas.
3. Diabetes gestasional (GDM )
GDM dikenal pertama kali selama kehamilan dan
mempengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor resiko terjadinya GDM adalah usia
tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat diabetes
gestasional terdahulu. Karena tejadi peningkatan sekresi berbagai hormone yang mempunyai efek
metabolic terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu keadaan
diabetogenik. Pasien-pasien yang mempunyai presdisposisi diabetes secara
genetic mungkin akan memperlihatkan intoleransi glukosa atau manifestasi klinis
diabetes pada kehamilan.
4. Diabetes
Melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya.
Dalam skala yang lebih kecil, ada beberapa kasus
diabetes oleh syndrome genetic tertentu ( perubahan fungsi sel beta dan
perubahan fungsi insulin secara genetis ), gangguan pada pancreas yang didapati
pada pecandu alcohol, dan penggunan obat ataupun zat kimia. Beberapa kasus
tersebut dapat memicu gejala yang sama dengan diabetes. ( Pearce, 2007 )
E.
Etiologi
Sesuai dengan klasifikasi yang telah disebutkan
sebelumnya maka penyebabnyapun pada setiap jenis dari diabetes juga berbeda.
Berikut ini merupakan beberapa penyebabdari penyakit diabetes mellitus:
1. Diabetes
Melitus tipe 1 ( IDDM )
a. Faktor
genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu
sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang
memiliki tipe antigen HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal
dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun
yang menimbulkan destruksi selbeta. (Price,2005)
2. Diabetes
Melitus tipe 2 ( NIDDM )
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum
diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin.
Faktor resiko:
a. Usia (resistensi insulin cenderung
meningkat pada usia di atas 65 th)
Sekitar 90% dari kasus diabetes yangdidapati adalah
diabetes tipe 2. Pada awlanya, tipe 2 muncul seiring dengan bertambahnya usia
dimana keadaan fisik mulai menurun.
b. Obesitas
Obesitas berkaitan dengan resistensi kegagalan
toleransi glukosa yang menyebabkan diabetes tipe 2. Hala ini jelas dikarenakan
persediaan cadangan glukosa dalam tubuh mencapai level yang tinggi. Selain itu
kadar kolesterol dalam darah serta kerja jantung yang harus ekstra keras
memompa darah keseluruh tubuh menjadi pemicu obesitas. Pengurangan berat badan
sering kali dikaitkan dengan perbaikan dalam sensivitas insulin dan pemulihan
toleransi glukosa.
c. Riwayat keluarga
Indeks untuk diabetes tipe 2 pada kembar monozigot
hamper 100%. Resiko berkembangnya diabetes tipe 3 pada sausara kandubg
mendekati 40% dan 33% untuk anak cucunya. Jika orang tua menderita diabetes
tipe 2, rasio diabetes dan nondiabetes pada anak adalah 1:1 dan sekitar 90%
pasti membawa carer diabetes tipe 2.( Martinus,2005)
3. Diabetes
gestasional (GDM )
Pada DM dengan kehamilan, ada 2
kemungkinan yang dialami oleh si Ibu:
a. Ibu tersebut memang telah menderita
DM sejak sebelum hamil
b. ibu mengalami/menderita DM saat
hamil
Klasifikasi
DM dengan Kehamilan menurut Pyke:
Klas I : Gestasional
diabetes, yaitu diabetes yang timbul pada waktu hamil dan menghilang
setelah melahirkan.
Klas II : Pregestasional
diabetes, yaitu diabetes mulai sejak sebelum hamil dan berlanjut
setelah hamil.
Klas III : Pregestasional diabetes yang
disertai dengan komplikasi penyakit
pembuluh
darah seperti retinopati, nefropati, penyakit pemburuh darah panggul dan
pembuluh darah perifer.
Pada saat seorang wanita hamil, ada beberapa
hormon yang mengalami peningkatan jumlah. Misalnya, hormon kortisol, estrogen,
dan human placental lactogen (HPL). Ternyata, saat hamil, peningkatan
jumlah hormon-hormon tersebut mempunyai pengaruh terhadap fungsi insulin dalam
mengatur kadar gula darah (glukosa). Kondisi ini menyebabkan kondisi yang kebal
terhadap insulin yang disebut sebagai insulin resistance.
Saat fungsi insulin dalam
mengendalikan kadar gula dalam darah terganggu, jumlah gula dalam darah pasti akan
naik. Hal inilah yang kemudian menyebabkan seorang wanita hamil menderita
diabetes gestasional.
4.
Diabetes
Melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
a. Kelainan
genetic dalam sel beta.
Pada tipe ini memiliki prevalensi familial yang tinggi
dan bermanifestasi sebelum usia 14 tahun. Pasien seringkali obesitas dan
resisten terhadap insulin.
b. Kelainan
genetic pada kerja insulin
sindrom resistensi insulin berat dan akantosis
negrikans
c. Penyakit
endokrin seperti sindrom Cushing dan akromegali
d. Obat-obat
yang bersifat toksik terhadap sel-sel beta
e. Infeksi
F. Patofisiologi
Sebagian besar gambaran patologik
dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin
berikut:
1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh
sel – sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi
300 – 1200 mg/dl.
2. Peningkatan mobilisasi lemak dari
daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang
abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan
kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada
hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi
glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena
tubulus – tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa.
Glukosuria
ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai
kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan
dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka
pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun
serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau
kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang
disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya
penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan
membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan
terjadinya gangren.
Gangren Kaki
Diabetik
Ada dua
teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia,
yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
a. Teori Sorbitol
Hiperglikemia
akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan dapat
mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan
termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan
perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan
tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan
fungsi.
b. Teori Glikosilasi
Akibat
hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein,
terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein
membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro
vaskular.Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – factor
disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah
angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk
terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan
sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau
menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa
yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan
mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang
menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan terganggunya
aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang
lebih besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan
pada jarak tertentu.
Manifestasi
gangguan
Pembuluh
darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam
hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati
tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen (zat
asam ) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh ( Levin,1993).
Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya
aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh
terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD.
G.
Tanda dan
Gejala
Tanda awal
yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu
dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan
kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine)
penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering
dilebung atau dikerubuti semut.
Penderita
diabetes melitus umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun
tidak semua
dialami oleh penderita :
1. Jumlah urine
yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
2. Sering atau
cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang
berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Frekwensi
urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5. Kehilangan
berat badan yang tidak jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati
rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah
dan lemah setiap waktu
8. Mengalami
rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila
luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10. Mudah
terkena infeksi terutama pada kulit.
Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala diabetes melitus dapat berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan, terutama pada seorang anak yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1.
Lain halnya pada penderita diabetes mellitus tipe 2,
umumnya mereka tidak mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin
tidak mengetahui telah menderita kencing manis.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia
lanjut yang sering ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal
seluruh badan
5. Pruritus
Vulvae
6. Infeksi
bakteri kulit
7. Infeksi
jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati
perifer
10. Neuropati visceral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi
H. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar
glukosa darah, tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja.
Dalam menegakkan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil
dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis DM, pemeriksaan yang
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan
glukosa darah plasma vena. Saat ini banyak dipasarkan alat pengukur kadar
glukosa darah cara reagen kering yang umumnya sederhana dan mudah dipakai.
Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakai
alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan
cara pemeriksaan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan. Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai bahan
darah kapiler. Ada perbedaan antara uji diagnostic DM dan pemeriksaan
penyaring. Uji diagnostic DM dilakukan untuk mereka yang menunjukan gejala atau
tanda DM. Sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidenfikasi mereka
yang tidak bergejala tetapi memilliki resiko DM.
Pemeriksaan penyaring
perlu dilakukan pada kelompok dengan salah satu faktor risiko untuk DM,
yaitu :
1.
kelompok
usia dewasa tua ( > 45 tahun )
2.
kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau
IMT > 27 (kg/m2)
3.
tekanan
darah tinggi (> 140/90 mmHg)
4.
riwayat keluarga DM
5.
riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi >
4000 gram
6.
riwayat DM pada kehamilan
7.
dislipidemia
(HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250 mg/dl
8.
pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu)
atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu)
Pemeriksaan
penyaring yang dapat dilakukan:
1.
Glukosa
darah sewaktu
2.
Kadar
Glukosa darah puasa
3.
Tes
Toleransi Glukosa
Kadar
glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM
(mg/dl)
Bukan DM
|
Belum
pasti DM
|
DM
|
|
Kadar
glukosa darah sewaktu
|
|||
Plasma vena
|
< 100
|
100-200
|
>200
|
Darah kapiler
|
<80
|
80-200
|
>200
|
Kadar
glukosa darah puasa
|
|||
Plasma vena
|
<110
|
110-120
|
>126
|
Darah Kapiler
|
<90
|
90-100
|
>100
|
Cara
pelaksanaan TTGO :
1.
3 hari
sebelumnya makan seperti biasa
2.
Kegiatan
jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan
3.
Puasa
semalam, selama 10-12 jam
4.
Kadar
glukosa darah puasa diperiksa
5.
Diberikan glukosa
75 gram atau 1,75 gram/kgBB, dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum
selama/dalam waktu 5 menit
6.
Diperiksa
kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa; selama pemeriksaan
subyek yang diperiksa tetap istirahat
dan tidak merokok.
Kriteria
diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1.
Glukosa
plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2.
Glukosa
plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3.
Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam
kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) >
200 mg/dl
H. Pengobatan Diabetes Mellitus
Tujuan utama
terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa
darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuropatik. Tujuan teraupetik pada setiap jenis diabetes adalah mencapai kadar
glukosa darah normal tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada
pola aktivitas klien.
Ada lima
komponen dalam penatalaksanaan diabetes:
1.
Diet
2.
Latihan
3.
Pemantauan
4.
Terapi
5.
Pendidikan
(keperawatan medical bedah, brunner and suddarth, 2002: 1226)
a.
Penatalaksanaan
Diet/Perencanaan Makanan(Meal planning)
Pada consensus perkumpulan endokrinologi
Indonesia(PERKENI) telah ditetapkan bahwa standar yang dianjurkan adalah
santapan dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat(60-70%), protein
(10-15%), lemak (20-25%),. Apabila diperlukan santapan dengan komposisi
karbohidrat sampai 70-75% juga memberikan hasil yang baik, terutama untuk
golongan ekonomi rendah. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status
gizi, umur, stress akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal.
Jumlah kandungan kolestrol <300mg/hari. Jumlah kandungan serat kurang lebih
25 g/hari, diutamakan jenis serat larut. Konsumsi garam dibatasi bila terdapat
hipertensi. Pemanis dapat digunakan secukupnya.
Cara menghitung kalori pada pasien DM
Tentukan terlebih dahulu berat badan ideal untuk
mengetahui jumlah kalori basal pasien DM. Cara termudah adalah perhitungan
menurut Bocca :
BB ideal=(TB dalam cm – 100)x 1 kg
Kemudian hitung jumlah kalori yang dibutuhkan. Ada
beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan seorang pasien DM.
1)
Menghitung
kebutuhan basal dengan cara mengalihkan berat badan ideal dengan 30 untuk
laki-laki dan 25 untuk wanita. Kebutuhan kalori sebenarnya harus ditambah lagi
sesuai dengan kegiatan sehari-hari(lihat table 2)
Table 2 daftar kalori yang dikeluarkan pada berbagai
aktifitas
Ringan
|
Sedang
|
Berat
|
100 – 200 kkal/jam
Mengendarai mobil
Memancing
Kerja laboratorium
Kerja sekretaris
Mengajar kerja
|
200-350 kkal/jam
Rumah tangga
Bersepeda
Bowling
Jalan cepat
Berkebun
Golf
Sepatu roda
|
400-900 kkal/jam
Aerobic
Bersepeda
Memanjat
Menari
Lari
Sepak bola
tenis
|
2)
Kebutuhan
basal dihitung seperti 1, tetapi ditambah kalori berdasarkan persentase kalori
basal.
a)
Kerja
ringan, ditambah 10% dari kalori basal
b)
Kerja
sedang, ditambah 20% dari kalori basal
c)
Kerja berat,
ditambah 40-100% dari kalori basal
d)
Pasien
kurus, masih tumbuh kembang, terdapat infeksi, sedang hamil atau menyusui,
ditambah 20-30%
3)
Kebutuhan
kalori dihitung berdasarkan table 3
Table 3. kebutuhan kalori
Dewasa
|
Kkal/BB
ideal
Kerja
santai Kerja
sedang kerja berat
|
||
Gemuk
Normal
Kurus
|
25
30
35
|
30
35
40
|
35
40
40-50
|
4)
Suatu
pegangan kasar dapat dibuat sebagai berikut:
a)
Pasien kurus = 2300-2500 kkal
b)
Pasien
normal =1700-2100 kkal
c)
Pasien gemuk =1300-1500 kkal
b.
Latihan
Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3-4 kali tiap
minggu selama kurang lebih 0,5 jam yang sifatnya sesuai CRIPE (continous,
Rhtmical, Interval, Progresiv, endurance training). Latihan dilakukan terus
menerus tanpa berhenti, otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur,
selang seling antara gerak cepat dan lambat, berangsur angsur dari sedikit ke
latihan yang lebih berat secara bertahap dan bertahan dalam waktu tertentu.
Latihan yang dapat dijadikan pilihan adlah jalan kaki, jogging, lari, renang,
bersepeda, dan mendayung.
Sedapat mungkin mencapai zona sasaran atau zona
latihan, yaitu 75%-85% denyut nadi maksimal.Denyut nadi maksimal dapat dihitung
dengan menggunakan formula berikut:
DNM= 220 – umur (dalam tahun)
Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmani ini
adalah jangan memulai olahraga sebelum makan, memakai sepatu yang pas, harus
didampingi orang yang tahu mengatasi serangan hipoglikemia, harus selalu
membawa permen, dan memeriksa kaki setelah berolahraga.
c.
Obat
berkhasiat hipoglikemik
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan
kegiatan jasmani yang teratur tapi kadar glukosa darah masih belum baik,
dipertimbangkan pemakaian obat berkhasiat hipoglikemik (oral/suntikan)
Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
1)
Sulfonylurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
a)
Menstimulasi
penglepasan insulin yang tersimpan
b)
Menurunkan
ambang sekresi insulin
c)
Meningkatkan
rangsangan insulin sebagai akibat rangsangan glukosa
2)
Biguanid
Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak
sampai dibawah normal. Preparat yang ada dan normal adalah metformin. Obat ini
dianjurkan untuk pasien gemuk(IMT>30) sebagai obat tunggal. Pada pasien
dengan berat lebih (IMT 27-30), dapat dikombinasi dengan obat golongan
sulfonylurea.
3)
Inhibitor α
glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja
enzim α glukosidase di dalam saluran cerna, sehingga menurunkan penyerapan
glukos.
4)
Insulin
sensitizing agent
Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang
mempunyai efek farmakologi meningkatkan sensitifitas insulin, sehingga bias
mengatasi masalah resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia. Obat ini
belum beredar di Indonesia.
Insulin
Indikasi penggunaan insulin pada NIDDM adalah:
1)
DM dengan
berat badan menurun cepat/kurus
2)
Ketoasidosis,
asidosis laktat, dan koma hiperosmolar
3)
DM yang
mengalami stress berat
4)
Dm dengan
kehamilan
5)
DM yang
tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosis maksimal atau
kontraindikasi obat tersebut.
Tabel 3. Preparat insulin yang tersedia
Jenis Kerja
|
Preparat
|
Kerja pendek
Kerja Sedang
Kerja panjang
Campuran kerja pendek dan
sedan/panjang
|
Actrapid human 40/humulin
Actrapid human 100
Monotard human 100
Insulatard
NPH
PZL
Mixtard
|
Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis
rendah, lalu dinaikkan perlahan-lahan sesuai dengan hasil glukosa darah apsien.
Jika pasien sudah diberikan sulfonylurea dan metformin sampai dosis maksimal
namun kadar glukosa darah belum mencapai
sasaran dianjurkan penggunaan kombinasi sulfonylurea dengan metformin.
Jika cara ini tidak berhasil juga, dipakai kombinasi sulfonilaria dan metformin
I. Komplikasi
Diabetes Mellitus
Komplikasi
yang berkaitan dengan kedua tipe diabetes digolongkan sebagai akut dan kronis
1.
Komplikasi
Akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari
ketidakseimbangan jangka pendek dalam glukosa darah.Ada tiga komplikasi akut
pada diabetes yang penting dan berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar
glukosa darah jangka pendek. Ketiga komplikasi tersebut adalah: Hipoglikemia,
ketoasidosis diabetic, dan sindrom HHNK(juga disebut koma hiperglikemik
hiperosmolar nonketotik)
a.
Hipoglikemia
terjadi kalau kadar glukosa darah turun di bawah 50 – 60 mg/dl. Keadaan ini
dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan,
konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat.
Hipoglikemia dapat terjadi setiap saat pada siang atau malam hari. Kejadian ini
bias dijumpai sebelum makan, khususnya jika waktu makan tertunda atau bila
pasien lupa makan camilan.
Gejala hipoglikemia dapat dikelompokkan menjadi dua
kategori: Gejala adrenergic dan gejala system saraf pusat.
Pada hipoglikemia ringan, ketika kadar glukosa darah
menurun, system saraf simpatik akan terangsang. Pelimpahan adrenalin ke dalam
darah menyebabkan gejala seperti tremor, takikardi, palpitasi, dan kegelisahan
dan rasa lapar.
Pada hipoglikemia sedang, Penurunan kadar glukosa
darah menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja
dengan baik. Tanda-tanda gangguan fungsi pada system saraf pusat mencakupi
ketidakmampuan konsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi, penurunan daya
ingat, patirasa di daerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak
terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku yang tidak rasional, pengluhatan
ganda, dan perasaan ingin pingsan.
Pada hipoglikea berat, fungsi system saraf pusat
mengalami gangguan yang sangat berat sehingga pasien memerlukan pertolongan
orang lain untuk mengatasi hipoglikemia yang dideritanya. Gejala dapat mencakup
perilaku yang mengalami disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan dari
tidur, atau bahkan kehilangan kesadaran.
Penanganan harus segera diberikan bila terjadi
hipoglikemia. Rekomendasi biasanya pemberian 10 – 15 gram gula yang bekerja
cepat per oral:
1)
2-4 tablet
glukosa yang dapat dibeli di apotik
2)
Teh yang
manis
3)
6-10 butir
permen
4)
2-3 sendok
the sirup atau madu
b.
Diabetes
Ketoasidosis
1)
Patofisiologi
Diabetes ketoasidosis
disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin
yang nyata. Keadaan ini menyebabkan gangguan pada metabolism karbohidrat,
protein, dan lemak. Ada tiga gambaran klinis yang penting pada diabetes
ketoasidosis:
a)
Dehidrasi
b)
Kehilangan
elektrolit
c)
Asidosis
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang
memasuki sel akan berkurang pula. Di samping itu produksi gula hati menjadi
tidak terkendali pula. Kedua factor ini menimbulkan hiperglikemia.Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang
berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama
air dan elektrolit(seperti natrium dan kalium). Diuresis osmotic yang ditandai
dengan oleh urinasi berlebihan(poliuria) ini akan menyebabkan dehidrasi dan
kehilangan elektrolit.
Akibat defisiensi insulin yang lain dalah pemecahan
lemak(lipolisis) menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas
akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetic terjadi
produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin
yang secara normal akan mencegah keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam,
dan bila bertumpuk di sirkulasi darah, badan keton akan menimbulkan asidosis
metabolic.
Tanda dan gejala
2)
Manifestasi
Klinik
a)
Hiperglikemia
pada ketoasidosis diabetic akan menimbulkan poliuria dan polidipsi. Di samping
itu pasien juga mengalami penglihatan kabur, kelemahan, dan sakit kepala.
Pasien dangan penurunan volume intravaskuler yang nyata mungkin juga mengalami
hipotensi ortostatik
b)
Ketosis dan
asidosis yang merupakan cirri dkhas diabetes asidosis mengalami gejala
gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah, dan nyeri abdomen. Nyeri
abdomen dan gejala-gejala fisik pada pemeriksaan dapat begitu berat sihingga
tampaknya terjadi proses intraabdominal yang memerlukan tindakan pembedahan.
Napas pasien mungkin berbau aseton sebagai akibat meningkatnya badan keton.
Selain itu hiperventilasi dapat terjadi. Pernapasan kusmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi
asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan keton.
c)
Perubahan
mental pada ketoasidosis diabetic bervariasi, antara pasien yang satu dan
lainnya. Pasien dapat terlihat sadar, mengantuk, atau koma.
3)
Nilai
laboratorium
Kadar glukosa darah dapat bervariasi dari
300-800mg/dl. Bukti adanya ketoasidosis ditandai oleh kadar bikarbonat serum
rendah (0 hingga 15 mEq/L) dan pH yang rendah(6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang
rendah(10-30mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik terhadap asidosis
metabolic.
4)
Terapi
Terapi diabetic ketoasidosis diarahkan pada perbaikan
tiga permasalahan utama: dehidrasi, kehilangan elektrolit, dan asidosis
Dehidrasi diatasi dengan rehidrasi untuk
mempertahankan perfusi jaringan. Disamping itu penggantian cairan akan
menggalakkan ekskresi glukosa yang berlebihan melalui ginjal. Pasien mungkin
membutuhkan 6 hingga 10 liter cairan infuse untuk menggantikan kehilangan
cairan akibat poliuria, hiperventilasi, diare, dan muntah.
c.
Sindrom
Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik
1)
Patofisiologi
Sindrom hiperglikemik hiperosmolar nonketotik merupakan
keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai
perubahan tingkat kesadaran. Pada saat yang sama tidak ada atau sedikit terjadi
ketosis ringan. Kelainan dasar biokimia pada sindrom ini berupa kekurangan
insulin efektif. Keadaan hiperglikemik persisten menyebabkan dieresis osmotic
sehingga terjadi kekurangan cairan dan elektrolit. Untuk mempertahankan
keseimbangan osmotic, cairan akan berpindah dari ruang intrasel ke dalam ruang
ekstrasel. Dengan adanya glukosuria dan dehidrasi, akan dijumpai keadaan
hipernatremia dan peningkatan osmolaritas.
2)
Manifestasi
klinik
Terdiri atas gejala hipotensi, dehidrasi berat,
takikardi, dan tanda-tanda neurologis yang bervariasi.
3)
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan HHNK serupa dengan DKA, yaitu: cairan,
elektrolit, dan insulin.
2.
Kompilkasi
Kronis
Komplikasi jangka panjang diabetes dapat menyerang
semua system organ dalam tubuh. Kategori diabetes yang lazim digunakan adalah
a.
Komplikasi
Makrovaskuler
1)
Penyakit arteri
Koroner
Perubahan ateroskerotik dalam pembuluh darah besar
sering terjadi peda diabetes. Perunahan aterosklerotik dalam pembuluh arteri
koroner menyebabkan peningkatan insidens infark miokard pada penderita. Salah
satu ciri unik pada penyakit arteri koroner yang diderita oleh pasien-pasien
diabetes adalah tidak terdapatnya gejala iskemik yang khas. Jadi, pasien
mungkin tidak memperlihatkan tanda-tanda awal penurunan aliran darah koroner
dan dapat mengalami infark miokard asimptomatik ini hanya dijumpai melalui
pemeriksaan EKG. Kurangnya gejala iskemik ini disebabkan oleh neuropati otonom
2)
Penyakit
Serebrovaskuler
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah serebral
atau pembentukan embolus di tempat lain
dalam system pembuluh darah yang kemudian terbawa aliran darah sehingga
terjepit dalam pembuluh darah serebral dapat menimbulkan serangan iskemia
sepintas dan stroke. Gejala penyakit serebrovaskuler ini dapat menyerupai
gejala pada komplikasi akut diabetes. Gejala tersebut mencakup keluhan pusing
atau vertigo, gangguan penglihatan, bicara pelo dan kelemahan.
3)
Penyakit
Vaskuler Perifer
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar
pada ekstermitas bawah merupakan penyebab meningkatnya insidens penyakit
oklusif arteri perifer pada pasien-pasien diabetes. Bentuk penyakit oklusif
arteri yang parah pada ekstermitas bawah ini merupakan utama meningkatnya
insidens gangrene dan amputasi pada pasien-pasien diabetes.
Para peneliti diabetes masih terus menyelidiki
hubungan antara diabetes dan penyakit makrovaskuler. Ada factor-faktor resiko
tertentu yang berkaitan dengan percepatan ateroslerosis. Faktor-faktor ini
mencakup kenaikan kadar lemak darah, hipertensi, kebiasaan merokok, obesitas,
kurangnya latihan dan riwayat keturunan.
Diet merupakan terapi penting dalam menangani
obesitas, hipertensi dan hiperlipidemia. Latihan teratur merupakan terapi yang
sangat penting pula.
Apabila komplikasi makrovaskuler terjadi,
penanganannya sama dengan penanganan pada pasien nondiabetik. Disamping itu pengendalian
kadar glukosa darah juga harus diperhatikan.
b.
Komplikasi
Mikrovaskuler
Penyakit mikroangiopati ditandai oleh penebalan
membrane basalis pembuluh kapiler. Membran basalis mengelilingi sel-sel endotel
kapiler. Ada dua tempat dimana gangguan fungsi kapiler dapat berakibat serius;
kedua tempat tersebut adalah mikrosirkulasi retina mata dan ginjal. Retinopati
diabetic yang diakibatkan oleh mikroangiopati merupakan penyebab kebutaan yang
utama pada individu yang berusia antara 20 hingga 74 tahun di Amerika Serikat.
1)
Retinopati
Diabetik
Kelainan patologis mata yang disebut retinopati
diabetic disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil
disekitar retina. Retina merupakan bagian mata yang menerima bayangan dan
mengirimkan informasi tentang bayangan tersebut ke otak. Bagian ini mengandung
banyak sekali pembuluh darah arteri serta vena kecil, arteriol, venula, dan
kapiler.
Ada tiga stadium utama retinopati diabetic; retinopati
nonproliferatif, retinopati praproliferatif, dan retinopati proliferative.
Komplikasi oftalmologi lain yang dapat terjadi pada
pasien diabetes mellitus adalah katarak, glaucoma, dan perubahan lensa.
2)
Nefropati
Bukti menunjukkan bahwa segera sesudah terkena
diabetes, khususnya bila kadar glukosa darah meninggi, maka mekanisme filtrasi
ginjal akan mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein darah ke dalam
urin. Sebagai akibatnya, tekanan dalam pembuluh darah ginjal meningkat.
Kenaikan tersebut diperkirakan berperan sebagai stimulus untuk terjadinya
nefropati.
c.
Neuropati
Diabetes
Neuropati pada diabetes mengacu kepada sekelompok
penyakit yang menyerang semua tipe saraf, termasuk saraf perifer, otonom dan
spinal. Kelainan tersebut tampak beragam secara klinis dan bergantung pada
lokasi sel saraf yang terkena.
Patogenesis neuropati dalam diabetes dapat dikaitkan
dengan mekanisme vaskuler atau metabolic atau keduanya, meskipun perannya yang
yang berhubungan mekanisme ini masih belum berhasil ditentukan. Penebalan
membrane basalis kapiler dan penutupan kapiler dapat dijumpai. Disamping itu mungkin terdapat demielinisasi
saraf yang diperkirakan berhubungan dengan hiperglikemia. Hantaran saraf akan
terganggu apabila terdapat kelainan pada selubung myelin.
ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a.
Identitas
Dalam mengkaji
identitas beberapa data didapatkan adalah nama klien, umur, pekerjaan orang
tua, pendidikan orang tua, agama, suku, alamat. Dalam identitas data/ petunjuk yang
dapat kita prediksikan adalah Umur, karena seseorang memiliki resiko tinggi
untuk terkena diabetes mellitus tipe II pada umur diatas 40 tahun.
b.
Keluhan
Utama
Pasien diabetes mellitus dating kerumah sakit dengan
keluhan utama yang berbeda-beda. Pada umumnya seseorang dating kerumah sakit
dengan gejala khas berupa polifagia, poliuria, polidipsia, lemas, dan berat
badan turun.
c.
Riwayat
Kesehatan
1)
Riwayat
Penyakit Dahulu
Pada pengkajian riwayat penyakit dahulu akan
didapatkan informasi apakah terdapat factor-faktor resiko terjadinya diabetes
mellitus misalnya riwayat obesitas, hipertensi, atau juga aterosclerosis
2)
Riwayat
Penyakit Sekarang
Pengkajian pada RPS berupa proses terjadinya gejala khas dari DM, penyebab
terjadinya DM serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk
mengatasinya.
3)
Riwayat
Kesehatan Keluarga
Kaji adanya riwayat keluarga yang terkena diabetes
mellitus, hal ini berhubungan dengan proses genetic dimana orang tua dengan
diabetes mellitus berpeluang untuk menurunkan penyakit tersebut kepada anaknya.
d.
Pola
Aktivitas
1)
Pola Nutrisi
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya
defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan
menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
2)
Pola
Eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis
osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran
glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada
gangguan.
3)
Pola
Istirahat dan Tidur
Adanya poliuri, dan situasi rumah sakit yang ramai
akan mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan
waktu tidur penderita Pola Aktivitas
Adanya
kelemahan otot – otot pada ekstermitas menyebabkan penderita tidak mampu
melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
4)
Pola
persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. lamanya perawatan,
banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan
dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
5) Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan diabetes mellitus cenderung mengalami
neuropati / mati rasa pada kaki sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
6) Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di
organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas
maupun ereksi, serta memberi dampak pada
proses ejakulasi serta orgasme.
7) Pola mekanisme stres dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang
kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi
psikologis yang negatif berupa marah,
kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
e.
Pengkajian
Fisik
1)
Keadaan Umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara,
tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda vital.
2)
Head to Toe
a)
Kepala Leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran
pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran,
lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi
mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa
mata keruh.
b) Sistem integumen
Kaji Turgor kulit menurun pada pasien yang sedang
mengalami dehidrasi, kaji pula adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan suhu kulit di daerah
sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur
rambut dan kuku.
c) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas menandakan pasien mengalami
diabetes ketoasidosis, kaji juga adanya batuk, sputum, nyeri dada. Pada
penderita DM mudah terjadi infeksi.
d) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi,
hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis. Hal ini berhubungan erat dengan
adanya komplikasi kronis pada makrovaskuler
e) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa
panas atau sakit saat berkemih.Kelebihan glukosa akan dibuang dalam bentuk
urin.
f) Sistem muskuloskeletal
Adanya katabolisme lemak, Penyebaran lemak dan,
penyebaran masa otot,berubah. Pasien juga cepat lelah, lemah.
g) Sistem neurologis
Berhubungan dengan komplikasi kronis yaitu pada system
neurologis pasien sering mengalami penurunan sensoris, parasthesia, anastesia,
letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
f. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan
darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam
post prandial > 200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan
didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine :
hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
c. Kultur pus
Mengetahui
jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.
2.
Diagnosa
Keperawatan
a.
Diagnosa
keperawatan pada pasien dengan Diabetes mellitus (Doenges, 1999) adalah :
1)
Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan gastrik,
berlebihan diare, mual, muntah, masukan dibatasi, kacau mental.
2)
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin,
penurunan masukan oral : anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri abdomen,
perubahan kesadaran : status hipermetabolisme, pelepasan hormon stress.
3)
Risiko
tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer,
perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan
kerusakan kulit.
4)
Kelelahan
berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik, perubahan kimia darah,
insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, status
hipermetabolisme/infeksi.
5)
Kurang
pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan salah interpretasi informasi / tidak mengenal sumber informasi.
3.
Intervensi
dan implementasi
Intervensi dan implementasi keperawatan pada pasien
dengan diabetes mellitus (Doenges, 1999) meliputi :
a. Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan gastric
, berlebihan
(diare, muntah) masukan dibatasi (mual, kacau mental).
Tujuan : Kondisi tubuh stabil,
tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.
Kriteria Hasil : - pasien menunjukan
adanya perbaikan keseimbangan cairan, dengan kriteria ; pengeluaran urine yang
adekuat (batas normal), tanda-tanda vital stabil, tekanan nadi perifer jelas,
turgor kulit baik, pengisian kapiler baik dan membran mukosa lembab atau basah.
1) Intervensi /
Implementasi :
a)
Pantau
tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah ortestastik.
R :
Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
b)
Kaji pola
napas dan bau napas.
R :
Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang menghasilkan
kompensasi alkosis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis.
c)Kaji suhu,
warna dan kelembaban kulit.
R : Demam,
menggigil, dan diaferesis merupakan hal umum terjadi pada proses infeksi. Demam
dengan kulit yang kemerahan, kering, mungkin gambaran dari dehidrasi.
d)
Kaji nadi
perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
R : Merupakan indikator dari tingkat
dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat.
e)Pantau
intake dan output. Catat berat jenis urine.
R : memeberikan perkiraan kebutuhan
akan cairan pengganti, fungsi ginjal dan keefektifan dari terapi yang
diberikan.
f)
Ukur berat
badan setiap hari.
R :
memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang
berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
g)
Kolaborasi
pemberian terapi cairan sesuai indikasi
R : tipe dan jumlah dari cairan
tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respon pasien secara individual.
b.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan insulin, penurunan masukan oral :
anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran : status
hipermetabolisme, pelepasan hormon stress.
Tujuan : berat badan dapat meningkat
dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
Kriteria Hasil :
1)
pasien mampu
mengungkapkan pemahaman tentang penyalahgunaan zat, penurunan jumlah intake (
diet pada status nutrisi).
2)
mendemonstrasikan
perilaku, perubahan gaya hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat
badan yang tepat.
Intervensi / Implementasi :
1)
Timbang
berat badan setiap hari sesuai indikasi
R : Mengetahui pemasukan makan yang
adekuat.
2)
Tentukan
program diet dan pola makanan pasien dibandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan
pasien.
R: Mengindentifikasi penyimpangan
dari kebutuhan.
3) Auskultasi
bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual,muntah, pertahankan
puasa sesuai indikasi.
R : mempengaruhi pilihan intervensi.
4)
Observasi
tanda-tanda hipoglikemia, seperti perubahan tingkat kesadaran, dingin/lembab,
denyut nadi cepat, lapar dan pusing.
R : secara
potensial dapat mengancam kehidupan, yang harus dikali dan ditangani secara
tepat.
5)
Kolaborasi
dalam pemberian insulin, pemeriksaan gula darah dan diet.
R : Sangat bermanfaat untuk
mengendalikan kadar gula darah.
c.
Risiko
tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer,
perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan
kerusakan kulit.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
1)
mengindentifikasi
faktor-faktor risiko individu dan intervensi untuk mengurangi
potensial infeksi.
2)
pertahankan
lingkungan aseptik yang aman.
Intervensi / Implementasi
1)
Observasi
tanda-tanda infeksi dan peradangan seperti demam, kemerahan, adanya pus pada
luka , sputum purulen, urin warna keruh dan berkabut.
R : pasien masuk mungkin dengan
infeksi yang biasanya telah mencetus keadaan ketosidosis atau dapat mengalami
infeksi nosokomial.
2) Tingkatkan
upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik, setiap
kontak pada semua barang yang berhubungan
dengan pasien termasuk pasiennya
sendiri.
R : mencegah timbulnya infeksi
nosokomial.
3)
Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif (seperti pemasangan infus,
kateter folley, dsb).
R : Kadar glukosa yang tinggi dalam
darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman.
4) Pasang
kateter / lakukan perawatan perineal dengan baik.
R : Mengurangi risiko terjadinya
infeksi saluran kemih.
5) Berikan
perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh. Masase daerah tulang yang
tertekan, jaga kulit tetap kering, linen kering dantetap kencang (tidak
berkerut).
R : sirkulasi perifer bisa terganggu
yang menempatkan pasien pada penigkatan risiko terjadinya kerusakan pada kulit
/ iritasi dan infeksi.
6) Posisikan
pasien pada posisi semi fowler.
R : memberikan kemudahan bagi paru
untuk berkembang, menurunkan terjadinya risiko hipoventilasi.
7) Kolaborasi
antibiotik sesuai indikasi.
R : penenganan awal dapat membantu
mencegah timbulnya sepsis.
d.
Kelelahan
berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik, perubahan kimia darah,
insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, status
hipermetabolisme/infeksi.
Tujuan : Rasa lelah berkurang /
Penurunan rasa lelah
Kriteria Hasil : - menyatakan mapu
untuk beristirahat dan peningkatan tenaga.
1)
mampu
menunjukan faktor yang berpengaruh terhadap kelelahan.
2)
Menunjukan
peningkatan kemampuan dan berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi / Implementasi :
1)
Diskusikan
dengan pasien kebutuhan aktivitas. Buat jadwal perencanaan dengan pasien dan
identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
R : pendidikan dapat memberikan
motivasi untuk meningkatkan aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah.
2)
Berikan
aktivitas alternatif denagn periode istirahat yang cukup / tanpa terganggu.
R : mencegah kelelahan yang
berlebihan.
3)
Pantau
tanda-tanda vital sebelum atau sesudah melakukan aktivitas.
R : mengidentifikasi tingkat
aktivitas yang ditoleransi secara fisiologi.
4)
Diskusikan
cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan sebagainya.
R : dengan penghematan energi pasien
dapat melakukan lebih banyak kegiatan.
5)
Tingkatkan
partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuan /
toleransi pasien.
R : meningkatkan kepercayaan diri /
harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.
e. Kurang
pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan salah interpretasi informasi/tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : pasien mengutarakan
pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
Kriteria Hasil :
1)
melakukan
prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
2)
memulai
perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.
Intervensi / Implementasi :
3) Kaji tingkat
pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
R : megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan
klien dan keluarga tentang penyakitnya.
4) Berikan
penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
R : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya
sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
5) Anjurkan
klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
R : diet dan pola makan yang tepat membantu proses
penyembuhan.
6) Minta klien
dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
R : mengetahui seberapa jauh
pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang
dilakukan.
4.
Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes
mellitus adalah :
a. Kondisi
tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.
b. Berat badan
dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada tanda-tanda
malnutrisi.
c. Infeksi
tidak terjadi
d. Rasa lelah
berkurang/Penurunan rasa lelah
e. Pasien
mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Baughman, DC & Hackley, JC.2000. Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth.Jakarta: EGC
2.
Buku ajar Fisiologi Guyton.
3.
Lewis M Sharon, RN, PhD, Heitkemper MC faan. 2000. Medical
Surgical Nursing Ed.5.Mosby
4.
Martinus,
Adrian.2005.1001 Tentang Diabetes.Bandung:Nexx Media
5.
Pearce, Evelyn
C.2007.Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis.Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama
6.
Price, Sylvia
A.2005.Patofisiologi volume Edisi 6.Jakarta:EGC
7.
Smeltzer, Suzzanne C.2001. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth Ed.8.Jakarta: EGC
8.
Tambayong, Jan dr. 2001. Anatomi dan fisiologi
untuk keperawatan. EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar